Seperti Ayahmu yang kehadirannya tak pernah Bunda duga namun selalu diharapkan,
dalam banyak do'a-do'a panjang, yang rupanya Ia kabulkan sekaligus dalam satu tahun masehi ini.
Kalian adalah anugerah sekaligus cobaan, yang menguji timbangan kufur dan syukur dalam hati Bunda.
Keberadaanmu mengajarkan Bunda arti sabar, sayang dan cinta.
Tak pernah Bunda mengira, bahwa foto Ayahmu dan rekaman suaranya --iya, Ayahmu, laki-laki yang namanya baru saja Bunda kenal tak lama sebelum dirimu ada-- adalah obat paling mujarab saat Bunda demam, lemas, atau tak bisa berbicara karena harus mengatur nafas agar tidak memuntahkan makanan yang baru saja Bunda makan.
Terimakasih Kakak atas kehidupanmu di rahim Bunda, terimakasih sudah tumbuh dan berkembang dengan sehat :)
2016.11.09 - 18:53
Tampilkan postingan dengan label aku. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label aku. Tampilkan semua postingan
Senin, 14 November 2016
Jumat, 26 Agustus 2016
The Stranger
Mungkin akan tiba suatu masa dalam hidup seorang gadis di
mana kata “sayang” menjadi sesuatu yang belum teridentifikasi, layaknya benih
yang akan tumbuh seiring berjalannya waktu
Mungkin akan tiba suatu masa dalam hidup seorang gadis di
mana galau menjadi satu kata bias tak bermakna, menyisakan tawa konyol atas
kesia-siaan waktu yang pernah terbuang
Saat itu adalah saat di mana sang orang asing yang baru
saja menyentuh hidupnya tetiba menjadi “the coolest man on earth that I’ve ever
known” yang dengan gagah berani mengambil alih tanggung jawab sang gadis dari
Ayahnya melalui perjanjian antara ia dengan Tuhan.
Saat itu adalah saat di mana pintu cinta dan sayang Tuhan
bukakan sepenuhnya, membiarkannya mengalir deras mengiringi waktu hingga maut
memisahkan, tanpa keraguan, tanpa kesia-siaan.
Label:
aku,
cinta?,
kontemplasi,
rumah
Kamis, 02 Juli 2015
είκοσι
Menjelajah dunia
Hingga sampai aku
Dalam suatu ruang
Di mana suara riuh rendah
dalam pikiranku
Yang tak pernah pergi
Membawa aku kembali
Pada kenangan
Bersama dirimu
Sabtu, 29 Maret 2014
Jika Kau (mau) Mengerti :)
#waktu istirahat makan siang
#di sebuah foodcourt di.. hmm, sebut saja salah satu daerah perkantoran di
sebuah kota metropolitan.
A : “Hmmm jadi apa yang kamu lakukan?”
S : “Ya, meneliti, what else?”
A : “selama 7 tahun terakhir?? Selalu? Setiap hari?”
S : “hm hmm”
A : “membosankan bukan? Hah”
#A membenarkan letak dasi, memasukkan satu kotak gula dalam
cangkir tehnya.
S : “well I don’t think so”
#S tersenyum
A : “haha, kau pasti bercanda”
#A membenarkan letak dasi, bersender pada kursinya sambil
menyeruput teh dengan santai
S : ”we made that”
#S menunjuk wadah gula
A : “Hah?”
S : “kau tau darimana itu berasal?”
A : “gula? Tebu tentu saja”
S : “ya, tebu.. Saccharum officinarum L.”
A : “so whaat?!”
S : “Ada.. baaaanyak sekali varietas tebu yang berbeda di
setiap daerah, setiap negara. Seluruh varietas itu memiliki nilai rendemen gula
yang berbeda… ah kadar gula yang berbeda. Jadi tidak semuanya baik digunakan
untuk membuat gula”
A : “Ya, I know..”
#A menjawab malas dan pura-pura tahu, mata mengerling ke
atas.
S : “ Ya… Maka manusia akan menyeleksinya, hanya yang
terbaik yang mereka kembangkan. Sisanya? terlupakan. Jumlahnya akan menurun,
dan yang buruk adalah keanekaragaman genetiknya juga akan menurun. Homogen,
nyaris homogen. Kau tahu apa artinya? Penyebaran penyakit mudah terjadi, daya
adaptasi rendah, survival rate menurun. Dengan kata lain….. kepunahan.
Tugas pertama kami, adalah dengan tidak membiarkan itu
terjadi. Plasma nutfah yang ada harus tetap terjaga. Kau tidak akan tahu apa
yang akan terjadi ke depan jika kau kehilangannya. Bahkan bentuk plasma nutfah
yang mungkin kau anggap tak berguna sekalipun. Atau bahkan kau anggap rumput.
Yang kau jaga adalah makhluk hidup, A. Mereka akan mati. Maka kau harus
mepertahankannya dengan kata lain mengembangbiakkannya. Rejuvenil kau bilang?
ya.. semacam itu… setiap varietas harus kau pertahankan. Kau tanam, kau rawat,
dan sebelum dia mati kau harus sudah mendapatkan keturunannya untuk kau tanam
kau rawat.. dan seterusnya dan seterusnya…
Dan perlu kau ingat. Ada baaanyak varietas tebu. Bukan hanya
satu”.
A : “ya, membosankan kubilang”.
S : “No, itu belum selesai. Manusia tidak pernah puas bukan?
Mereka juga terus berkembang biak. Maka kebutuhan juga meningkat, dan itu harus
diimbangi dengan peningkatan produksi. Untuk tumbuhan seperti tebu, kami
melakukannya dengan cara yang lebih singkat… “
A : “singkat? Kau pasti bercanda! bertahun-tahun dalam lab kau
sebut singkat??”
S : “ya, jauh lebih singkat dibandingkan dengan persilangan
konvensional untuk mendapatkan benih unggul. Kau tidak akan pernah tau apakah
persilangan itu akan berhasil atau tidak untuk mendapatkan keturunan dengan
sifat yang diharapkan. Dan itu memakan waktu”.
A : “jadi, apa yang kau sebut singkat itu?”
S : “In vitro, kau melakukannya dengan teknik kultur jaringan.
Kau tahu? Tidak seperti hewan, tumbuhan bersifat lebih… totipoten. Kau bisa
melakukan dediferensiasi dan diferensiasi dengan metode yang lebih mudah”.
A : “Ya, ya, ya… aku tahu, aku tahu. Lalu dari sebuah daun,
atau akar, atau batang kau bisa mendapatkan sebuah individu tanaman baru
bukan??”
S : “ya, tapi tidak semudah itu. Jika hanya itu, kau hanya
membantu mengembangbiakkannya secara vegetatif”.
#S tersenyum
S : “Tugas kami adalah untuk mendapatkan varietas baru yang
unggul. Maka yang pertama kami tumbuhkan adalah sekumpulan sel yang bisa kau
sebut kalus. Butuh sekitar 3 minggu untuk mendapatkan itu.
Kemudian kalus itu akan kami beri perlakuan yang bisa
menyebabkan terjadinya mutasi. Secara fisika, atau kimia. Hmm, tebu apa yang kau inginkan? “
A : “ya, apapun lah. Tebu yang bisa tumbuh di lahan asam mungkin,
haha”.
S : “Oke, tebu yang bisa tumbuh pada lahan asam… Kalus
tersebut kemudian akan kami kembangkan pada medium dengan kondisi asam.
Maka kau akan mendapatkan ada bagian kalus yang bertahan hidup setelah
perlakuan, ada pula yang mati. Yang bertahan hidup adalah yang kemungkinan
besar mengalami mutasi. Tapi kau tidak pernah tau apa yang terjadi, karena
mutasi itu terjadi secara acak. Selanjutnya yang kau lakukan adalah
memperbanyak kalus itu”.
A : “Aku tidak butuh kalus, aku butuh gula”.
S : “ya, sabar sedikit. Ketika kalus tersebut cukup banyak,
kau akan memindahkannya ke medium yang baru. Disana kau lakukan diferensiasi
dan pembentukan organ, kau tumbuhkan daun dengan menggunakan zat pengatur
tumbuh sepert auk…”
A : “Auksin sitokini, whatever”
S : “Benar, auksin dan sitokinin, dimana konsentrasi
sitokinin lebih tinggi dibanding auksin. Lalu setelah itu kau tumbuhkan akar”.
A : “dan menjadi sebuah tanaman kecil, dan kau tanam di
tanah lalu menjadi gula”.
S : “tidak semudah itu, kau harus mengaklimatisasinya
terlebih dahulu, membiasakannya dengan lingkungan baru yang lebih menantang,
lalu menyeleksinya hingga kau benar-benar mendapatkan apa yang kau mau dari
sepetak tanah asam.. hingga menghasilkan itu”
# S sambil menunjuk wadah gula
A : “hmmmh”
# A merengut bosan
S : “Mungkin apa yang kulakukan, kami lakukan, tampak begitu
tak berarti dan hanya buang-buang waktu bagimu, bagi sebagian besar mereka yang
ada di luar sana. Adakalanya pada saat-saat tertentu itu terasa menyakitkan dan menyedihkan bagi kami. Tapi percayalah, kami ada di belakang layar perjuangan untuk
mempertahankan kehidupan Homo sapiens, spesies
dengan rasio otak besar dan ego yang tak kalah besarnya.
Terkadang, kami sendiri tak bisa merasakan manfaat dari apa
yang kami kerjakan dengan mempertaruhkan waktu hidup kami. Karena jika kau
tahu, makhluk hidup adalah sebentuk misteri tak berujung, hanya sebagian kecil
dari sebagian kecil kepingan saja yang sanggup seorang peneliti genggam. Tapi aku
yakin, ketika kepingan demi kepingan mulai bersatu membentuk sebuah gambar, keturunan
kitalah yang akan merasakannya. Seperti gula yang kau nikmati itu… jika kau
mengerti”
#S tersenyum sambil membayangkan ratusan generasi peneliti
ke belakang yang mempertaruhkan waktu hidupnya hanya untuk “sekedar” berkutat
dengan tebu, gula dan segala hal tentang in vitro.
# A masih diam mencerna sambil menyeruput tehnya yang terasa
manis.
Jika kau (mau) mengerti kami.. :)
Label:
aku,
Biologi,
Kultur jaringan,
realita
Itung-itungan Anak Kosan
Perkenalkan, nama saya Nisa, mahasiswi
semester 4, ngekos di sekitar Plesiran deket kampus ITB, Kota Bandung.
Aku mau berbagi cerita tentang bagaimana
hidup hemat dan saving uang bulanan selama kita ngekos terutama bagi yang
ngekosnya di sekitar Plesiran-Kebon Bibit-Taman Hewan. Sebenernya ini reminder buatku juga supaya jangan boros,
terkadang jajan dan belanja yang kecil-kecil suka bikin nggak kerasa, tau-tau
ketebalan dompet kita semakin menipis tak terkendali…
1.
Bangun pagi, jalan kaki
Bangun pagi, siap-siap lebih pagi. Sediakan
waktu 20-15 menit lebih awal untuk jalan kaki ke kampus. Itu udah lebih dari
cukup meskipun jalannya agak leyeh-leyeh. Ongkos dari gapura plesiran ke kampus
Rp. 1.500 - 2.000 sekali jalan, bolak-balik Rp. 3.000 - 4.000. Dengan jalan kaki kita bisa save Rp 3.000 x 30 hari = Rp 90.000 atau Rp 4.000 x 30 = Rp 120.000 sebulan.
2.
Bekal minum
Kalau kuliahnya dari pagi sampe sore
nggak mungkin nggak minum kan? Bisa dehidrasi ntar..
Tapi hari gini air mineral mahal, Rp
2.500-3.000 sebotol. Kadang karena ngerasa “kagok” jatohnya malah beli minuman
berasa dingin yang harganya >Rp. 5.000 sebotol #nahkan
Supaya hemat bekel air minum aja dari
kosan, atau ngisi air dari watertap kampus. Beli botol minum kan hanya sekali,
dengan Rp. 4x.xxx kita udah bisa dapet yang kualitasnya bagus.
Dengan asumsi 4 hari dalam seminggu beli
air mineral*, jika kita memilih bekal air minum dari kosan kita bisa save Rp 3.000 x 4 hari x 4 minggu = Rp
48.000 sebulan.
3. Masak nasi
3. Masak nasi
Nasi seporsi rata-rata harganya Rp
3.000, setengah porsi Rp 2.000. Kalau punya rice cooker sebaiknya masak sendiri
aja nasinya.. nggak susah kan, dan lebih hemat.
Beras yang
paling bagus di pasar harganya Rp. 10.000/kg. Kalau aku, sekali makan nasi
hanya 45-50 gr. Jadi dengan Rp 10.000 bisa buat 20-21 kali makan dengan kata
lain cukup untuk seminggu (sehari 3x makan).
Dengan masak
nasi sendiri dibandingkan beli nasi setengah porsi aku bisa hemat (Rp 2.000 x 3 kali makan x 30 hari) –
(Rp. 10.000 x 4 minggu) = Rp 180.000 – Rp 40.000 = Rp 140.000 sebulan.
4. Masak sendiri
Ini agak susah
ngitungnya, yang pasti jaaaauh lebih murah.
Kalau punya
waktu luang sejam atau dua jam ada baiknya masak sendiri aja. Misalkan untuk 3x
makan aku hanya mengeluarkan Rp 3.000 untuk beli tempe mentah, dengan bumbu
seadanya (bawang merah, bawang putih, ketumbar, cabe, garam dan kecap) udah lumayan
kok untuk lauk seharian.
5. Stok cemilan
Stok cemilan
cukup mencegahku untuk jajan terus-terusan. Beli snack kiloan di pasar harganya
murah, memang nggak semua rasanya pas di lidah, tapi nggak sedikit juga yang
enak loh.. cemilan yang sering kubeli stik keju (Rp 8.500/250gr) dan soes
kering isi coklat (Rp 13.000/250gr). Itu udah cukup untuk mencegahku jajan
selama 2 minggu.
Kalau belinya
di Balubur, beli di Bapak2 yang di tengah deket tangga, samping Kakek yang jual
plastik. Harganya murah dan suka kasih diskon :D
6. Stok minuman
Kadang dalam
seminggu adaaaa aja keinginan untuk minum minuman yang berasa.. hehe
Kalau aku
paling suka minum teh, tapi kalau beli yang udah jadi harganya mahal (Rp
1.000/gelas, ±Rp 5.000/botol) dan banyak pengawe+zat tambahan lainnya.
Bikin teh
sendiri lebih murah sediakan saja stok teh di kosan. Misal teh celup Prendjak
isi 24 kantong harganya hanya Rp. 4.500 + gula putih (gulaku Rp 7.450/500gr)
udah cukup untuk sebulan.
7. Cuci baju sendiri
Bagi yang
berjilbab sepertiku pasti tau betapa banyaknya cucian karena pakaian yang
digunakan dobel-dobel. Dalam seminggu aku bisa mengotori 5 kg pakaian. Kalau di
laundry Rp 6.000/kg, seminggu bisa habis Rp 30.000
Lebih baik
cuci baju sendiri aja.. harga detergen yang bagus Rp 14.000/kg (cukup untuk 6
bulan), ditambah pelembut pakaian Rp 24.000/900ml (cukup untuk 4 bulan).
8. Pakai kanebo
Tissue Rp
9.000 - Rp 13.500/200 lembar. Kadang nggak kerasa, dikit-dikit lap, dikit-dikit
lap... kalau sehari 2 lembar bisa habis dalam 3 bulan. Pakai kanebo aja, beli
sekali Rp 20.000 bisa dipakai untuk mengelap kotoran sampai bertahun-tahun.
Sekian
itung-itungannya, semoga bermanfaat yaa :D
Jangan lupa,
saving uang bulanan itu bukan di akhir pas ada sisa, tapi di awal.
Ayo kita buat
komitmen untuk hidup hemat :D
Senin, 24 Maret 2014
Haruskah Menunggu Mapan untuk Menikah?
"Anak Muda...
Menikahlah Sebelum Mapan, Agar Anak anak anda dibesarkan bersama kesulitan - kesulitan anda.
Agar Anak anak anda kenyang merasakan betapa ajaibnya kekuasaan AllahJangan sampai anda meninggalkan anak anak yang takpaham bahwa hidup adalah perjuangan".
-Adriano Rusfi-
Ayah dan Bunda termasuk pasangan yang menikah dengan
bekal secukupnya. Dengan uang yang mulanya akan digunakan untuk acara
pernikahan, tapi tidak jadi karena ternyata di akad nikah sudah banyak sekali
tamu yang hadir, Ayah dan Bunda membeli sebuah rumah dengan harga Rp 3.000.000
(kalau sekarang nilai uangnya mungkin sekitar Rp 30.000.000).
Rumah pertama keluarga kami yang sederhana, letaknya di Gang
Dahlia No.57, belakang RS. Dustira Cimahi.
Benda yang pertama kali Ayah dan Bunda beli adalah sebuah
karpet merah tipis dan sebuah kasur busa yang mereka gunakan berdua, karena memang baru itu yang bisa mereka beli. Saat itu
penghasilan Bunda sebagai seorang karyawan kantor di sebuah pabrik tekstil masih
lebih tinggi dibanding Ayah yang calon dosen. Bundaku memang sudah lama bekerja sejak lulus SMK karena harus membantu Mbah dan Nenek membiayai kuliah adik-adiknya.
Untuk mencukupi kebutuhan
rumah tangga, selain mengajar Ayah membuka toko alat elektronik di Pasar Cimindi. Ayahku memang seorang pekerja keras, beliau tak terbiasa duduk-duduk santai di waktu luangnya. Kemampuan Ayah berdagang didapatnya sejak masih kecil dengan berjualan es lilin dan membantu Nenek berjualan ikan di pasar.
Dengan kondisi seperti itu, dari pagi hingga sore mereka berdua tak pernah ada di rumah, hingga aku
terpaksa dititipkan di rumah Nenek (dari Bunda). Biasanya setiapkali Bunda berangkat di pagi hari aku
menangis dan mengejarnya menyusuri gang sampai jalan raya, aku baru berhenti
menangis kalau Nenek atau Bule yang menyusulku dari belakang menasehatiku bahwa
Bunda dan Ayah melakukan semuanya untuk bisa membelikanku susu :) . Mungkin karena orangtuaku
sibuk, di usia 3 tahun aku sudah dimasukkan ke TK.
Di tahun 1997, saat usiaku 4 tahun, Ayah dan Bunda mulai
merintis usaha baru berupa toko bahan bangunan. Saat itu bangunan toko masih kecil,
sangat sederhana dan semipermanen, sebagian dibuat dari papan dan triplek.
Barang yang dijualpun belum begitu banyak jumlahnya.
Krisis ekonomi yang terjadi pada 1998 justru menjadi
titik balik finansial keluargaku. Krisis ekonomi saat itu mungkin menjatuhkan
bagi mereka yang memiliki aset berbentuk saham, reksa dana,
obiligasi dan aset liquid lainnya, tapi menguntungkan bagi mereka yang
mempunyai real asset dalam bentuk barang dan tidak memiliki hutang, seperti
Ayah dan Bunda. Keuntungan yang didapatkan dari berjualan cukup untuk membangun
toko sekaligus rumah baru bagi keluarga kami. Semenjak itu usaha Ayah terus
berkembang hingga kini.
Setiap keluarga punya “kisah finansial”nya masing-masing,
ada yang memang sudah mapan dari sebelum perjanjian agung diucapkan, entah
karena faktor kerja keras calon mempelai pria atau warisan turun-menurun, ada pula yang berbekal
secukupnya lalu merintis bersama-sama dan mapan bersama-sama.
Kalau aku, aku memimpikan yang kedua.
Karena ada sarana pembelajaran yang luarbiasa di sana,
sarana untuk saling mengenal karakter satu sama lain, sarana untuk saling
membangun satu sama lain dan sarana untuk berjuang bersama-sama. Aku percaya keberuntungan dan keajaiban Allah akan lebih dekat pada mereka yang mau berjuang dan bekerja keras termasuk dalam menjalani hidup.
Mungkin mudah mendapatkan orang yang mau di ajak senang
tapi tak mudah mendapatkan orang yang bisa di ajak susah. Padahal kata Ayah,
kehidupan itu tak selalu di atas, kita tak pernah tahu kapan Allah akan
mengambil kembali apa yang pernah Ia titipkan. Alangkah indahnya ketika kita
punya pasangan yang siap akan hal itu bukan? :)
Bagaimana denganmu? :)
Jumat, 14 Maret 2014
A Ba Ta Tsa
Di sebuah hari biasa, tiba-tiba seorang senior memposkan
sebuah link video di account medsosnya. Link video A-Ba-Ta-Tsa. Pikiranku langsung melayang bahagia, kembali menjangkau memori masa kanak-kanak.
Kalau kalian anak muslim tahun 90an pasti tau banget lagu
(dan kaset) ini kan??
Seingetku ini kaset pertama yang dibeliin Ayah buatku (terus ilang kasetnya), kaset
ini udah ada sebelum Cinta Rasul (1,2 dan 3) booming.
Main song kaset ini ,A-Ba-Ta-Tsa, memudahkan anak kecil menghafal
huruf hijaiyah loooh…. (bagian terkeren dari lagu ini adalah ketika menyebutkan
huruf hijaiyah dengan tempo sangat cepat! Itu bagian yang paling kusuka dulu
haha #alay :D)
Diantara semua lagu aku paling suka lagu “Allah Turunkan
Hujan”,
sampai sebelum aku menemukan kembali link videonya,
kadang aku masih suka nyanyi-nyanyi bait pertama lagu itu (karena memang hanya
itu yang terisa dari ingatan masa kecilku). Begitu nemu link lagu utuhnya
rasanya seneeeeeeng banget, terharuuu karena sampai sekarangpun aku masih suka
lagu iniiiiiii :’)
Allah turunkan hujan
Dari gumpalan awan
Dari langit yang tinggi~
Membasahi seluruh bumi
lagu-lagu di kaset ini selalu menemani masa kecilku
nan-bahagia, diputar berulang-ulang tak jemu-jemu karena lagunya dinamis dan
“enakeun” semua meskipun ada bahasa inggrisnya (yang dulu dinyanyiin asal bunyi
tak peduli apa artinya).
Indahnya kenangan masa lalu, betapa “normal” dan
bahagianya masa kecil kita dengan hiburan yang “sepantasnya” dan sarat akan
makna. Dikemas dalam bahasa sederhana, dengan bentuk menarik dan aransemen yang
bagus, bukti keseriusan dalam menyajikan hiburan yang layak dan mendidik bagi
anak-anak.
Jauuuuuuuuhhhh jauuuuuuuuuuuuuuuuuuuh lebih bagus
dibandingkan dengan lagu-lagu anak jaman sekarang (kalau boyband atau girlband
“junior” itu masih bisa dikategorikan sebagai “anak-anak” dengan lagu-lagu
galaunya).
Begitu dapet linknya, tanpa pikir panjang langsung
kudonlot semua.
Akan kusimpan untuk keturunanku nanti :’)
Siapapun anda yang dengan tulus ikhlas merekam ulang
kaset Neno Warisman & Aulade Gemintang ini, terimakasih ya, semoga kelak
keturunan-keturunan anda masih bisa merasakan masa kecil yang dihiasi dengan
hiburan yang layak, bermakna dan bermanfaat :D.
Sabtu, 15 Februari 2014
Fasttrack : S1 dan S2 dalam waktu 5 tahun
Semangat pagi! kali ini aku ingin
menuliskan beberapa pertanyaan yang seringkali diajukan orang-orang padaku
mengenai program fasttrack. Tulisan ini kubuat berdasarkan pengalamanku
mengambil program fasttrack di SITH ITB (Sekolah Ilmu dan Teknologi, Institut
Teknologi Bandung). Karena setiap fakultas biasanya memiliki kebijakan syarat
dan teknis yang berbeda, tulisanku ini mungkin hanya bisa memberikan gambaran
umum mengenai fasttrack serta suka dan duka ketika menjalaninya #curhat
Apa sih fasttrack itu?
Fasttrack adalah sebuah
program percepatan dimana S1 dan S2 dapat di tempuh sekaligus dalam waktu 5
tahun.
Cara dan syarat pendaftarannya?
Cara daftarnya mudah,
waktu 2011 lalu aku dan kawan-kawan hanya tinggal mengisi formulir
keikutsertaan program fasttrack yang bisa diambil di Tata Usaha pada
akhir semester 6 (sekarang bisa mendaftar mulai semester 5).
Untuk bisa mendaftarkan
diri, ada beberapa syarat akademik yang harus dipenuhi oleh mahasiswa, beberapa
diantaranya : IPK saat mendaftar minimal 3.25, nilai mata kuliah minimal C, tidak
pernah mengulang mata kuliah wajib dan tidak memiliki kasus akademik. Cara
pendaftaran dan persyaratan tersebut dapat berbeda-beda di setiap fakultas dan
sewaktu-waktu dapat berubah.
Apakah ada proses
seleksi ketika mendaftar?
Asalkan memenuhi
persyaratan seperti yang disebutkan di atas, tidak ada proses seleksi lagi
ketika mendaftarkan diri menjadi mahasiswa program fasttrack (mungkin karena
yang mendaftar biasanya hanya sedikit, sementara kuota yang tersedia masih
banyak). Seleksi justru berlangsung selama mahasiswa menjalani program
fasttrack (dijelaskan di bawah).
Kuliahnya bayar atau
gratis?
Sejauh ini seluruh
mahasiswa yang mengikuti program fasttrack bisa dipastikan kuliah S2 gratis
karena kuota beasiswanya berlimpah (terutama Beasiswa Unggulan Fasttrack dari
BPKLN DIKTI) #cmiiw, teman-teman fasttrack angkatanku dan angkatan sebelumnya
di SITH, seluruhnya mendapatkan beasiswa (kecuali bagi yang menolak diberi).
Kalau nggak BU Fasttrack
dari BPKLN DIKTI biasanya dapet beasiswa Voucher atau beasiswa Fresh
Graduate. Untuk mendapatkan beasiswa tersebut ada proses seleksinya
masing-masing, mulai dari seleksi administrasi sampai seleksi wawancara.
Terkadang informasi
mengenai beasiswa tersebut datang dengan simpang siur dan tidak jelas kapan
waktunya. Jadi anak-anak fasttrack harus inisiatif, sering-sering berkoordinasi
dengan Ketua Program Studi (S1 dan S2) serta Pegawai Tata Usahanya
masing-masing.
Gimana teknis
pelaksanaan fasttracknya?
Sambil menuntaskan
kewajiban sks S1 dan mengerjakan TA, mahasiswa yang mengikuti program fasttrack
harus mulai mencicil sks S2-nya di semester 7 dan semester 8 (masing-masing 6
sks). Sehingga ketika lulus S1, mahasiswa setidaknya sudah mengantongi 12 sks
S2.
IPK mata kuliah S2 yang
diambil harus >3,5 dan nilai yang didapatkan minimal B. Mahasiswa harus bisa
memenuhi syarat akademik ini.
Mahasiswa harus
menyelesaikan TA S1 tepat waktu dan di wisuda pada bulan Juli atau
selambat-lambatnya Oktober (sangat tidak disarankan karena urusan birokrasinya
ribet).
Selanjutnya mahasiswa
akan mendapatkan NIM S2 nya dan menuntaskan sisa sks S2 (±24 sks lagi)
sekaligus menyelesaikan Thesisnya dalam waktu satu tahun.
Nah, tiga poin terakhir
di atas itu yang kumaksud dengan seleksi selama mahasiswa menjalani program
fasttrack... Mahasiswa bisa mengundurkan diri atau memilih jalur reguler jika
ternyata selama keberjalanan, tidak dapat memenuhi hal-hal di atas.
Apa yang harus disiapin
waktu memilih fasttrack?
SKS dan Nilai Akademik
Mulai dari semester 1-6
Alangkah baiknya ketika mahasiswa berniat akan mengambil program
fasttrack, ia sudah mulai mengambil banyak sks s1 si semester 1-6 nya.
Seperti yang udah kutulis di atas, pada semester 7 dan 8 mahasiswa harus mulai mencicil mata kuliah S2 sebanyak 6 sks persemester. Jika jumlah sks S1 yang diambil pada semester 1-6 baru sedikit, akan sulit memenuhi syarat kelulusan (untuk lulus S1 minimal harus sudah menuntaskan 144 sks). Perlu diingat, saat masih berstatus mahasiswa S1, maksimal kita hanya bisa mengambil 24 sks persemester. Nah, mengambil 24 sks di semester 7 dan 8 pun sepertinya mustahil dilakukan karena sambil kuliah kita juga harus menuntaskan TA.
Selain memperhatikan jumlah sks, mahasiswa juga harus bisa mempertahankan nilai dan IPK.
Perencanaan dan
Manajemen waktu penelitian
“Hofstadter's Law” is that things will always takes longer than you expect, even when you take into account Hofstadter's Law" (which is that things will always takes longer than you expect, even when you take into account Hofstadter's Law).
Perencanaan dan
manajemen waktu menjadi sangat perlu. Seperti yang sudah kuceritakan sebelumnya
baik kuliah maupun TA dan thesis semuanya harus dikerjakan dengan baik dan tepat
waktu. Kita harus bisa merencanakan apa
saja yang harus kita kerjakan dan kapan pekerjaan tersebut harus kita mulai.
Ingat, penelitian harus
bisa kita selesaikan masing-masing selama satu tahun. Ketika selesai KP (kerja
praktek) di semester 6 lalu, aku nggak liburan lagi. Waktu yang ada langsung
kugunakan untuk mempersiapkan dan memulai TA (karena TAku kultur jaringan dan
memakan waktu yang cukup lama). Demikian juga ketika akan dan setelah
wisuda S1, nggak ada waktu untuk ber-euforia lama-lama karena pekerjaan yang
ada di depan mata harus mulai dicicil.
Sebelumnya aku pernah
menjadi asisten Proyek Tumbuhan di tingkat 3 dan KP di BIOGEN dengan
spesialisasi kultur jaringan. Kesempatan-kesempatan itu kujadikan sarana untuk
meningkatkan kemampuanku. Sehingga ketika benar-benar memulai TA, aku sudah
cukup terbiasa dengan peralatan dan teknik-teknik yang akan kugunakan. Karena
aku tau betul, aku nggak punya kesempatan lagi untuk melakukan
“kesalahan-kesalahan dasar”. Misalkan, kesalahan dalam proses sterilisasi dan
inisiasi yang menyebabkan kulturku kontaminasi dalam jumlah besar, kalau aku
harus mengulang… harganya satu bulan waktuku (^_^).
Nah, hal-hal yang
seperti itu harus direncanakan baik-baik, dibayangkan garis besar timelinenya. Jadi
kalaupun rencana A gagal, kita harus bisa segera bergerak ke rencana B dan
seterusnya. Sebanyak apapun hal yang harus dilakukan, ketika bisa direncanakan
dengan baik, diatur waktunya dengan baik, pasti bisa terselesaikan InshaaAllah.
Sekalipun kadang ketika
berhadapan dengan makhluk hidup sebagai objek penelitian, rasanya Hofstadter's
law bisa saja…..hmm #lebay
Mental, semangat, cinta
dan syukur
Nggak seperti program
reguler yang flow kuliahnya cenderung turun dan lebih santai di tingkat akhir,
mahasiswa fasttrack justru harus siap menjalani masa-masa akhir kuliahnya
dengan flow yang tinggi atau bahkan cenderung naik.
Tanpa mental dan
semangat yang kuat, tentu akan sulit menjalankan semuanya. Adakalanya tuntutan
nilai akademik menjadi beban yang luar biasa (karena materi kuliahnya udah
masuk tahap advance). Adakalanya rasa putus asa muncul ketika penelitian
bermasalah. Adakalanya rasa jenuh memuncak ketika tubuh dan pikiran terlalu
lelah. Menurutku itu manusiawi.
Tapi, semua beban itu
bisa sedikit dikurangi kok, caranya dengan memilih mata kuliah yang disukai
(selama itu masih relefan dengan topik penelitian, kecuali kalau udah nggak tau
lagi mau ambil apa), memilih topik penelitian yang disukai, serta melakukan TA
dan thesis dengan topik yang sama. Supaya begitu selesai TA, kita bisa langsung
melanjutkan thesis tanpa harus memulai penelitian dari nol besar.
Itulah yang menjadi
salah satu alasan utamaku waktu itu, memilih untuk menentukan sendiri topik
penelitian dibanding mengikuti proyek dosen. Dengan memilih apa yang kucintai,
biasanya aku tak akan berkeberatan sekalipun harus melakukannya hingga larut,
bekerja lebih keras atau sekedar mengorbankan waktu liburanku. Dan ketika
aku belum berhasil, ketika semangatku jatuh, aku bisa bangkit lagi dengan mengingat-ingat
kembali alasan "mengapa aku memilih melakukan ini".
Tapi nggak semuanya bisa
ideal seperti itu toh... adakalanya kita harus belajar mencintai apa yang kita
kerjakan, mencoba memandang sesuatu dari sudut pandang yang berbeda dan belajar
mensyukuri nikmat luar biasa yang telah Ia berikan : kesempatan untuk menuntut
ilmu.
Kalau ikut fasttrack
masih bisa main nggak sih?
Masih loh... Di tingkat akhir aku masih sempet ikut kepanitiaan, karena
aku suka berorganisasi. Ketemu orang.. kenal dengan orang... dari sana aku bisa
belajar memahami karakter orang yang saaaangat beragam. Itu salah satu sarana
buatku merefresh diri dan menemukan semangat baru. Terus di semester akhir ini
aku memilih jadi asisten proyek lagi, supaya bisa ketemu dengan lebih banyak
orang.. kenal lebih banyak orang... jadi semangat terus.
Selain main, liburan juga masih bisa kok, asalkan tau waktu aja. Tapi
kalau aku agak susah sih, soalnya nanti anak-anakku nggak ada yang ngurus
(subkultur dan sampling kultur jaringan maksudnya).
Kesimpulannya?
Kalau aku... memandang fasttrack ini sebagai sebuah kesempatan.
Memang cukup menantang untuk dijalani, dan rasanya nggak sama dibandingkan dengan akselerasi dulu. Jika dilihat dari sudut pandang berbeda, aku sangat bersyukur karena bisa melakukan apa yang kusukai lebih lama lagi (melakukan penelitian yang kusukai dalam waktu 2 tahun) dan mendapatkan lebih banyak waktu untuk memikirkan langkahku selanjutnya.
Kalau aku... memandang fasttrack ini sebagai sebuah kesempatan.
Memang cukup menantang untuk dijalani, dan rasanya nggak sama dibandingkan dengan akselerasi dulu. Jika dilihat dari sudut pandang berbeda, aku sangat bersyukur karena bisa melakukan apa yang kusukai lebih lama lagi (melakukan penelitian yang kusukai dalam waktu 2 tahun) dan mendapatkan lebih banyak waktu untuk memikirkan langkahku selanjutnya.
Saranku, ketika memilih program fasttrack, yang bersangkutan :
- Harus siap bekerja lebih dari biasanya, berpikir lebih dari biasanya. Teori dan niat aja nggak cukup yaa, harus ada aksi :)
- Harus bisa segera bangkit kembali ketika jatuh, karena waktu yang kita miliki terbatas.
- Harus bisa memahami dan berdamai dengan dirinya sendiri, maksudnya harus bisa mengukur kondisi diri baik fisik maupun mental, ketika fisik udah lelah dan mental udah terlalu jenuh ada baiknya beralih sebentar dari rutinitas dengan mencoba hal baru atau minimal beristirahat sejenak (kadang yang ini agak susah juga sih apalagi kalau udah hectic).
- Harus bisa menemukan semangat dalam dirinya sendiri.
- Harus bisa menjaga kesehatannya, ketika sakit otomatis produktifitas menurun padahal waktu yang dimiliki nggak banyak.
- Harus sabar dalam arti sesungguhnya (sabar bukan berarti leyeh-leyeh ya) ketika menghadapi kegagalan atau menghadapi masalah termasuk ketika harus berhadapan dengan birokrasi.
- Jangan pernah merasa sendiri, biasanya ketika merasa sendirian semangat yang ada bisa tiba-tiba menurun drastis, misalkan ketika melihat betapa suram dan heningnya lorong-lorong lab, ketika menyusuri lorong aula Barat yang gelap, ketika berjalan di tengah lapangan sipil setiap malam (atau dini hari) yang sepi dan berkabut…#curcol. Kalau kata temanku yang baik hati “ketika merasa kesepian, istighfar, ingat Allah”
- Rajin-rajin minta do’a dari orangtua #inibangeeeet
- Ingat untuk selalu bersyukur
Sekian, salam semangat!! XD
Langganan:
Postingan (Atom)