Halaman

Sabtu, 15 Februari 2014

Fasttrack : S1 dan S2 dalam waktu 5 tahun

Semangat pagi! kali ini aku ingin menuliskan beberapa pertanyaan yang seringkali diajukan orang-orang padaku mengenai program fasttrack. Tulisan ini kubuat berdasarkan pengalamanku mengambil program fasttrack di SITH ITB (Sekolah Ilmu dan Teknologi, Institut Teknologi Bandung). Karena setiap fakultas biasanya memiliki kebijakan syarat dan teknis yang berbeda, tulisanku ini mungkin hanya bisa memberikan gambaran umum mengenai fasttrack serta suka dan duka ketika menjalaninya #curhat 


Apa sih fasttrack itu?

Fasttrack adalah sebuah program percepatan dimana S1 dan S2 dapat di tempuh sekaligus dalam waktu 5 tahun. 


Cara dan syarat pendaftarannya?

Cara daftarnya mudah, waktu 2011 lalu aku dan kawan-kawan hanya tinggal mengisi formulir keikutsertaan  program fasttrack yang bisa diambil di Tata Usaha pada akhir semester 6 (sekarang bisa mendaftar mulai semester 5). 

Untuk bisa mendaftarkan diri, ada beberapa syarat akademik yang harus dipenuhi oleh mahasiswa, beberapa diantaranya : IPK saat mendaftar minimal 3.25, nilai mata kuliah minimal C, tidak pernah mengulang mata kuliah wajib dan tidak memiliki kasus akademik. Cara pendaftaran dan persyaratan tersebut dapat berbeda-beda di setiap fakultas dan sewaktu-waktu dapat berubah.


Apakah ada proses seleksi ketika mendaftar?

Asalkan memenuhi persyaratan seperti yang disebutkan di atas, tidak ada proses seleksi lagi ketika mendaftarkan diri menjadi mahasiswa program fasttrack (mungkin karena yang mendaftar biasanya hanya sedikit, sementara kuota yang tersedia masih banyak). Seleksi justru berlangsung selama mahasiswa menjalani program fasttrack (dijelaskan di bawah).


Kuliahnya bayar atau gratis?

Sejauh ini seluruh mahasiswa yang mengikuti program fasttrack bisa dipastikan kuliah S2 gratis karena kuota beasiswanya berlimpah (terutama Beasiswa Unggulan Fasttrack dari BPKLN DIKTI) #cmiiw, teman-teman fasttrack angkatanku dan angkatan sebelumnya di SITH, seluruhnya mendapatkan beasiswa (kecuali bagi yang menolak diberi).

Kalau nggak BU Fasttrack dari BPKLN DIKTI biasanya dapet beasiswa Voucher atau beasiswa Fresh Graduate. Untuk mendapatkan beasiswa tersebut ada proses seleksinya masing-masing, mulai dari seleksi administrasi sampai seleksi wawancara. 

Terkadang informasi mengenai beasiswa tersebut datang dengan simpang siur dan tidak jelas kapan waktunya. Jadi anak-anak fasttrack harus inisiatif, sering-sering berkoordinasi dengan Ketua Program Studi (S1 dan S2) serta Pegawai Tata Usahanya masing-masing.


Gimana teknis pelaksanaan fasttracknya?

Sambil menuntaskan kewajiban sks S1 dan mengerjakan TA, mahasiswa yang mengikuti program fasttrack harus mulai mencicil sks S2-nya di semester 7 dan semester 8 (masing-masing 6 sks). Sehingga ketika lulus S1, mahasiswa setidaknya sudah mengantongi 12 sks S2. 

IPK mata kuliah S2 yang diambil harus >3,5 dan nilai yang didapatkan minimal B. Mahasiswa harus bisa memenuhi syarat akademik ini.

Mahasiswa harus menyelesaikan TA S1 tepat waktu dan di wisuda pada bulan Juli atau selambat-lambatnya Oktober (sangat tidak disarankan karena urusan birokrasinya ribet).

Selanjutnya mahasiswa akan mendapatkan NIM S2 nya dan menuntaskan sisa sks S2 (±24 sks lagi) sekaligus menyelesaikan Thesisnya dalam waktu satu tahun.

Nah, tiga poin terakhir di atas itu yang kumaksud dengan seleksi selama mahasiswa menjalani program fasttrack... Mahasiswa bisa mengundurkan diri atau memilih jalur reguler jika ternyata selama keberjalanan, tidak dapat memenuhi hal-hal di atas.


Apa yang harus disiapin waktu memilih fasttrack?

SKS dan Nilai Akademik Mulai dari semester 1-6

Alangkah baiknya ketika mahasiswa berniat akan mengambil program fasttrack, ia sudah mulai mengambil banyak sks s1 si semester 1-6 nya. 

Seperti yang udah kutulis di atas, pada semester 7 dan 8 mahasiswa harus mulai mencicil mata kuliah S2 sebanyak 6 sks persemester. Jika jumlah sks S1 yang diambil pada semester 1-6 baru sedikit, akan sulit memenuhi syarat kelulusan (untuk lulus S1 minimal harus sudah menuntaskan 144 sks). Perlu diingat, saat masih berstatus mahasiswa S1, maksimal kita hanya bisa mengambil 24 sks persemester. Nah, mengambil 24 sks di semester 7 dan 8 pun sepertinya mustahil dilakukan karena sambil kuliah kita juga harus menuntaskan TA.

Selain memperhatikan jumlah sks, mahasiswa juga harus bisa mempertahankan nilai dan IPK.


Perencanaan dan Manajemen waktu penelitian

“Hofstadter's Law” is that things will always takes longer than you expect, even when you take into account Hofstadter's Law" (which is that things will always takes longer than you expect, even when you take into account Hofstadter's Law).

Perencanaan dan manajemen waktu menjadi sangat perlu. Seperti yang sudah kuceritakan sebelumnya baik kuliah maupun TA dan thesis semuanya harus dikerjakan dengan baik dan tepat waktu. Kita harus bisa merencanakan  apa saja yang harus kita kerjakan dan kapan pekerjaan tersebut harus kita mulai.

Ingat, penelitian harus bisa kita selesaikan masing-masing selama satu tahun. Ketika selesai KP (kerja praktek) di semester 6 lalu, aku nggak liburan lagi. Waktu yang ada langsung kugunakan untuk mempersiapkan dan memulai TA (karena TAku kultur jaringan dan memakan waktu yang cukup lama). Demikian juga ketika akan dan setelah wisuda S1, nggak ada waktu untuk ber-euforia lama-lama karena pekerjaan yang ada di depan mata harus mulai dicicil.

Sebelumnya aku pernah menjadi asisten Proyek Tumbuhan di tingkat 3 dan KP di BIOGEN dengan spesialisasi kultur jaringan. Kesempatan-kesempatan itu kujadikan sarana untuk meningkatkan kemampuanku. Sehingga ketika benar-benar memulai TA, aku sudah cukup terbiasa dengan peralatan dan teknik-teknik yang akan kugunakan. Karena aku tau betul, aku nggak punya kesempatan lagi untuk melakukan “kesalahan-kesalahan dasar”. Misalkan, kesalahan dalam proses sterilisasi dan inisiasi yang menyebabkan kulturku kontaminasi dalam jumlah besar, kalau aku harus mengulang… harganya satu bulan waktuku (^_^).

Nah, hal-hal yang seperti itu harus direncanakan baik-baik, dibayangkan garis besar timelinenya. Jadi kalaupun rencana A gagal, kita harus bisa segera bergerak ke rencana B dan seterusnya. Sebanyak apapun hal yang harus dilakukan, ketika bisa direncanakan dengan baik, diatur waktunya dengan baik, pasti bisa terselesaikan InshaaAllah. 

Sekalipun kadang ketika berhadapan dengan makhluk hidup sebagai objek penelitian, rasanya Hofstadter's law bisa saja…..hmm #lebay


Mental, semangat, cinta dan syukur

Nggak seperti program reguler yang flow kuliahnya cenderung turun dan lebih santai di tingkat akhir, mahasiswa fasttrack justru harus siap menjalani masa-masa akhir kuliahnya dengan flow yang tinggi atau bahkan cenderung naik.

Tanpa mental dan semangat yang kuat, tentu akan sulit menjalankan semuanya. Adakalanya tuntutan nilai akademik menjadi beban yang luar biasa (karena materi kuliahnya udah masuk tahap advance). Adakalanya rasa putus asa muncul ketika penelitian bermasalah. Adakalanya rasa jenuh memuncak ketika tubuh dan pikiran terlalu lelah. Menurutku itu manusiawi.

Tapi, semua beban itu bisa sedikit dikurangi kok, caranya dengan memilih mata kuliah yang disukai (selama itu masih relefan dengan topik penelitian, kecuali kalau udah nggak tau lagi mau ambil apa), memilih topik penelitian yang disukai, serta melakukan TA dan thesis dengan topik yang sama. Supaya begitu selesai TA, kita bisa langsung melanjutkan thesis tanpa harus memulai penelitian dari nol besar.

Itulah yang menjadi salah satu alasan utamaku waktu itu, memilih untuk menentukan sendiri topik penelitian dibanding mengikuti proyek dosen. Dengan memilih apa yang kucintai, biasanya aku tak akan berkeberatan sekalipun harus melakukannya hingga larut, bekerja lebih keras atau sekedar mengorbankan waktu liburanku. Dan ketika aku belum berhasil, ketika semangatku jatuh, aku bisa bangkit lagi dengan mengingat-ingat kembali alasan "mengapa aku memilih melakukan ini".

Tapi nggak semuanya bisa ideal seperti itu toh... adakalanya kita harus belajar mencintai apa yang kita kerjakan, mencoba memandang sesuatu dari sudut pandang yang berbeda dan belajar mensyukuri nikmat luar biasa yang telah Ia berikan : kesempatan untuk menuntut ilmu.


Kalau ikut fasttrack masih bisa main nggak sih?

Masih loh... Di tingkat akhir aku masih sempet ikut kepanitiaan, karena aku suka berorganisasi. Ketemu orang.. kenal dengan orang... dari sana aku bisa belajar memahami karakter orang yang saaaangat beragam. Itu salah satu sarana buatku merefresh diri dan menemukan semangat baru. Terus di semester akhir ini aku memilih jadi asisten proyek lagi, supaya bisa ketemu dengan lebih banyak orang.. kenal lebih banyak orang... jadi semangat terus.

Selain main, liburan juga masih bisa kok, asalkan tau waktu aja. Tapi kalau aku agak susah sih, soalnya nanti anak-anakku nggak ada yang ngurus (subkultur dan sampling kultur jaringan maksudnya).


Kesimpulannya?

Kalau aku... memandang fasttrack ini sebagai sebuah kesempatan. 
Memang cukup menantang untuk dijalani, dan rasanya nggak sama dibandingkan dengan akselerasi dulu. Jika dilihat dari sudut pandang berbeda, aku sangat bersyukur karena bisa melakukan apa yang kusukai lebih lama lagi (melakukan penelitian yang kusukai dalam waktu 2 tahun) dan mendapatkan lebih banyak waktu untuk memikirkan langkahku selanjutnya.

Saranku, ketika memilih program fasttrack, yang bersangkutan :
  • Harus siap bekerja lebih dari biasanya, berpikir lebih dari biasanya. Teori dan niat aja nggak cukup yaa, harus ada aksi :)
  • Harus bisa segera bangkit kembali ketika jatuh, karena waktu yang kita miliki terbatas.
  • Harus bisa memahami dan berdamai dengan dirinya sendiri, maksudnya harus bisa mengukur kondisi diri baik fisik maupun mental, ketika fisik udah lelah dan mental udah terlalu jenuh ada baiknya beralih sebentar dari rutinitas dengan mencoba hal baru atau minimal beristirahat sejenak (kadang yang ini agak susah juga sih apalagi kalau udah hectic).
  • Harus bisa menemukan semangat dalam dirinya sendiri.
  • Harus bisa menjaga kesehatannya, ketika sakit otomatis produktifitas menurun padahal waktu yang dimiliki nggak banyak.
  • Harus sabar dalam arti sesungguhnya (sabar bukan berarti leyeh-leyeh ya) ketika menghadapi kegagalan atau menghadapi masalah termasuk ketika harus berhadapan dengan birokrasi.
  • Jangan pernah merasa sendiri, biasanya ketika merasa sendirian semangat yang ada bisa tiba-tiba menurun drastis, misalkan ketika melihat betapa suram dan heningnya lorong-lorong lab, ketika menyusuri lorong aula Barat yang gelap, ketika berjalan di tengah lapangan sipil setiap malam (atau dini hari) yang sepi dan berkabut…#curcol. Kalau kata temanku yang baik hati “ketika merasa kesepian, istighfar, ingat Allah”
  • Rajin-rajin minta do’a dari orangtua #inibangeeeet
  • Ingat untuk selalu bersyukur
Sekian, salam semangat!! XD

.

Rabu, 05 Februari 2014

Jariku kena Paronychia

Sekitar sebulan yang lalu aku mengalami infeksi pada jari manis tangan kananku, awalnya karena ada luka akibat hangnail yang kucabut di pinggir kuku. Kupikir luka sepele macam itu akan baik-baik saja, toh biasanya beberapa menit kemudian juga sembuh dengan sendirinya.

Tanpa memedulikan luka sepele tersebut aku melakukan aktifitas seperti biasa. Kebetulan hari itu aku melakukan analisa protein dengan SDS-Page yang mengharuskanku menggunakan sarung tangan karet. Karena sampel yang kukerjakan cukup banyak, aku menggunakannya hingga >10 jam dan hanya kulepas ketika akan shalat. Esoknya jari tanganku membengkak dan tampak kantung nanah pada bagian dalam kulit daerah luka. Rasanya sakit dan cukup mengganggu aktifitasku.

Kuduga jariku terinfeksi dengan mikrofloraku sendiri, yaitu mikroorganisme yang secara normal bersimbiosis dengan manusia. Adanya luka mengakibatkan mikroflora dapat masuk dan menginfeksi kulitku. Selain itu, mungkin karena hari sebelumnya aku menggunakan sarung tangan karet nyaris seharian, tanganku jadi lebih lembab dari biasanya. 

Satu-satunya cara yang kupikirkan untuk menyembuhkannya adalah dengan mengeluarkan nanah yang terjebak dalam kulitku dan membiarkan lukanya mengering. Semuanya kulakukan dengan steril menggunakan peralatan standar lab. Setelah dua kali mencoba, infeksinya tidak kunjung sembuh. Ternyata luka tersebut baru bisa sembuh setelah seluruh jaringan yang terinfeksi dibuang.

Tiga minggu kemudian, kejadian yang sama terulang lagi, kali ini jari manis kiriku yang terinfeksi -_-
#ih jari manis terus yang infeksi, kalau udah dipasang cincin enggak akan kayaknya :p

Padahal pada kejadian yang kedua, ketika terdapat luka akibat mencabut hangnail, aku sudah melakukan pencegahan infeksi dengan mengusahakan agar kondisi tanganku bersih dan kering, serta memberikan larutan antiseptik (bet*d*ne), tapi tetap saja tidak berhasil. Mungkin juga karena pola hidupku yang cukup berantakan akhir-akhir ini, sistem imunku melemah sehingga aku mudah sakit.

Karena penasaran, akhirnya aku mencari literatur mengenai infeksi-infeksi yang dapat terjadi pada tangan. Ternyata kasus seperti ini disebut Paronychia, infeksi yang umum terjadi pada kulit (tapi baru pertama dan kedua kali kualami seumur hidupku -_-). 

Paronychia, di sebabkan oleh bakteri Staphylococcus aureus, mikroflora yang secara alami terdapat pada kulit manusia namun dapat berpotensi menjadi patogen. Kalau berdasarkan penjelasan kuliah dari universitas tetangga dan berdasarkan artikel ilmiah ini, ternyata S. aureus bisa memproduksi enzim koagulase. 
#Hayoo masih inget nggak koagulase dipake untuk apa? 

Koagulase adalah enzim yang berperan dalam mengubah fibrinogen menjadi benang-benang fibrin pada mekanisme penyembuhan luka di tubuh kita. Tapiii dalam kasus ini S. aureus memproduksi dan menggunakannya untuk membentuk pelindung di daerah sekitar mereka. Akibatnya mereka jadi terbungkus dan terlindungi dari sistem pertahanan tubuh kita termasuk dari mekanisme fagositosis (ketika sel darah putih memakan bakteri yang menginfeksi tubuh). 
Pinter juga yaaa makhluk yang satu iniiii -_-
Mungkin itulah kenapa lukaku baru bisa sembuh ketika semua jaringan yang terinfeksi kubuang.

Setelah sembuh kutikulanya jadi asimetris -_-
belum potong kuku, ihihi :3

Kejadian "sepele" ini menjadi semacam pengingat bagiku. Ditengah kesibukan aktifitas sehari-hari, menjaga kondisi tubuh juga perlu diprioritaskan. Biasanya kalau udah hectic tanpa sadar kita dzhalim dengan diri sendiri. Lupa makan, males makan, lupa istirahat hingga akhirnya sistem imun melemah dan penyakit-penyakit "kecil" seperti ini bermunculan. Toh kalau udah sakit, aktifitas dan produktifitas juga jadi terhambat kan.. :)


Semoga Allah selalu memberikan kekuatan, kesehatan serta perlindungan pada jiwa dan raga kita yaa:)