Halaman

Kamis, 08 Mei 2014

Halo, namaku Z01710

Halo, namaku Z01710, sebuah kalus 

Dulu, aku merupakan bagian dari potongan daun berukuran 7x7 mm^2 

Aku di tanam tanggal 17 Oktober 2012 sebagai kontrol negatif pada media agar-agar yang miskin nutrisi (nyaris 100x di bawah kadar optimum untuk pertumbuhan) dan tanpa pemberian hormon sama sekali.

Pada 3 bulan pertama, aku dan teman-temanku hampir saja di buang karena masih berbentuk potongan daun, belum bertumbuh, mulai menghitam dan tampak mati.

Di antara jaringan yang tampak mati tersebut aku adalah sebagian kecil sel yang bertahan hidup 
7 bulan kemudian aku tumbuh dan muncul sebagai gumpalan hijau, kalus yang sangat kecil tapi sangat hidup. Karena itu, aku tak di buang.

Katanya aku adalah simbol perjuangan.
katanya, mungkin ada sesuatu didalam diriku yang membuatku begitu keras kepala untuk bertahan hidup dalam kondisi serba kekurangan.

Setiap kali orang yang menanamku sedang berada dalam titik terendah semangatnya, ia sering memandangiku lama-lama.. Katanya, ia ingin jadi kuat seperti aku 

Ah entahlah, aku tak begitu mengerti, aku kan hanya sebuah kalus.. hehe (^,^)
Yang kutau, aku ingin bertahan hidup dan akan bertahan hidup.
Meskipun aku tumbuh lebih lambat dibanding dengan yang lainnya, aku juga akan menjadi besar  


Sabtu, 29 Maret 2014

Jika Kau (mau) Mengerti :)

#waktu istirahat makan siang
#di sebuah foodcourt di.. hmm,  sebut saja salah satu daerah perkantoran di sebuah kota metropolitan.

A : “Hmmm jadi apa yang kamu lakukan?”

S : “Ya, meneliti, what else?”

A : “selama 7 tahun terakhir?? Selalu? Setiap hari?”

S : “hm hmm”

A : “membosankan bukan? Hah”
#A membenarkan letak dasi, memasukkan satu kotak gula dalam cangkir tehnya.

S : “well I don’t think so
#S tersenyum

A : “haha, kau pasti bercanda”
#A membenarkan letak dasi, bersender pada kursinya sambil menyeruput teh dengan santai

S : ”we made that
#S menunjuk wadah gula

A : “Hah?”

S : “kau tau darimana itu berasal?”

A : “gula? Tebu tentu saja”

S : “ya, tebu.. Saccharum officinarum L.”

A : “so whaat?!”

S : “Ada.. baaaanyak sekali varietas tebu yang berbeda di setiap daerah, setiap negara. Seluruh varietas itu memiliki nilai rendemen gula yang berbeda… ah kadar gula yang berbeda. Jadi tidak semuanya baik digunakan untuk membuat gula”

A : “Ya, I know..”
#A menjawab malas dan pura-pura tahu, mata mengerling ke atas.

S : “ Ya… Maka manusia akan menyeleksinya, hanya yang terbaik yang mereka kembangkan. Sisanya? terlupakan. Jumlahnya akan menurun, dan yang buruk adalah keanekaragaman genetiknya juga akan menurun. Homogen, nyaris homogen. Kau tahu apa artinya? Penyebaran penyakit mudah terjadi, daya adaptasi rendah, survival rate menurun. Dengan kata lain….. kepunahan.

Tugas pertama kami, adalah dengan tidak membiarkan itu terjadi. Plasma nutfah yang ada harus tetap terjaga. Kau tidak akan tahu apa yang akan terjadi ke depan jika kau kehilangannya. Bahkan bentuk plasma nutfah yang mungkin kau anggap tak berguna sekalipun. Atau bahkan kau anggap rumput.

Yang kau jaga adalah makhluk hidup,  A. Mereka akan mati. Maka kau harus mepertahankannya dengan kata lain mengembangbiakkannya. Rejuvenil kau bilang? ya.. semacam itu… setiap varietas harus kau pertahankan. Kau tanam, kau rawat, dan sebelum dia mati kau harus sudah mendapatkan keturunannya untuk kau tanam kau rawat.. dan seterusnya dan seterusnya…

Dan perlu kau ingat. Ada baaanyak varietas tebu. Bukan hanya satu”.

A : “ya, membosankan kubilang”.

S : “No, itu belum selesai. Manusia tidak pernah puas bukan? Mereka juga terus berkembang biak. Maka kebutuhan juga meningkat, dan itu harus diimbangi dengan peningkatan produksi. Untuk tumbuhan seperti tebu, kami melakukannya dengan cara yang lebih singkat… “

A : “singkat? Kau pasti bercanda! bertahun-tahun dalam lab kau sebut singkat??”

S : “ya, jauh lebih singkat dibandingkan dengan persilangan konvensional untuk mendapatkan benih unggul. Kau tidak akan pernah tau apakah persilangan itu akan berhasil atau tidak untuk mendapatkan keturunan dengan sifat yang diharapkan. Dan itu memakan waktu”.

A : “jadi, apa yang kau sebut singkat itu?”

S : “In vitro, kau melakukannya dengan teknik kultur jaringan. Kau tahu? Tidak seperti hewan, tumbuhan bersifat lebih… totipoten. Kau bisa melakukan dediferensiasi dan diferensiasi dengan metode yang lebih mudah”.

A : “Ya, ya, ya… aku tahu, aku tahu. Lalu dari sebuah daun, atau akar, atau batang kau bisa mendapatkan sebuah individu tanaman baru bukan??”

S : “ya, tapi tidak semudah itu. Jika hanya itu, kau hanya membantu mengembangbiakkannya secara vegetatif”.
#S tersenyum

S : “Tugas kami adalah untuk mendapatkan varietas baru yang unggul. Maka yang pertama kami tumbuhkan adalah sekumpulan sel yang bisa kau sebut kalus. Butuh sekitar 3 minggu untuk mendapatkan itu.

Kemudian kalus itu akan kami beri perlakuan yang bisa menyebabkan terjadinya mutasi. Secara fisika, atau kimia. Hmm, tebu apa yang kau inginkan? “

A : “ya, apapun lah. Tebu yang bisa tumbuh di lahan asam mungkin, haha”.

S : “Oke, tebu yang bisa tumbuh pada lahan asam… Kalus tersebut kemudian akan kami kembangkan pada medium dengan kondisi asam.

Maka kau akan mendapatkan ada  bagian kalus yang bertahan hidup setelah perlakuan, ada pula yang mati. Yang bertahan hidup adalah yang kemungkinan besar mengalami mutasi. Tapi kau tidak pernah tau apa yang terjadi, karena mutasi itu terjadi secara acak. Selanjutnya yang kau lakukan adalah memperbanyak kalus itu”.

A : “Aku tidak butuh kalus, aku butuh gula”.

S : “ya, sabar sedikit. Ketika kalus tersebut cukup banyak, kau akan memindahkannya ke medium yang baru. Disana kau lakukan diferensiasi dan pembentukan organ, kau tumbuhkan daun dengan menggunakan zat pengatur tumbuh sepert auk…”

A : “Auksin sitokini, whatever

S : “Benar, auksin dan sitokinin, dimana konsentrasi sitokinin lebih tinggi dibanding auksin. Lalu setelah itu kau tumbuhkan akar”.

A : “dan menjadi sebuah tanaman kecil, dan kau tanam di tanah lalu menjadi gula”.

S : “tidak semudah itu, kau harus mengaklimatisasinya terlebih dahulu, membiasakannya dengan lingkungan baru yang lebih menantang, lalu menyeleksinya hingga kau benar-benar mendapatkan apa yang kau mau dari sepetak tanah asam.. hingga menghasilkan itu”
# S sambil menunjuk wadah gula

A : “hmmmh”
# A merengut bosan

S : “Mungkin apa yang kulakukan, kami lakukan, tampak begitu tak berarti dan hanya buang-buang waktu bagimu, bagi sebagian besar mereka yang ada di luar sana. Adakalanya pada saat-saat tertentu itu terasa menyakitkan dan menyedihkan bagi kami. Tapi percayalah, kami ada di belakang layar perjuangan untuk mempertahankan kehidupan Homo sapiens, spesies dengan rasio otak besar dan ego yang tak kalah besarnya.

Terkadang, kami sendiri tak bisa merasakan manfaat dari apa yang kami kerjakan dengan mempertaruhkan waktu hidup kami. Karena jika kau tahu, makhluk hidup adalah sebentuk misteri tak berujung, hanya sebagian kecil dari sebagian kecil kepingan saja yang sanggup seorang peneliti genggam. Tapi aku yakin, ketika kepingan demi kepingan mulai bersatu membentuk sebuah gambar, keturunan kitalah yang akan merasakannya. Seperti gula yang kau nikmati itu… jika kau mengerti”

#S tersenyum sambil membayangkan ratusan generasi peneliti ke belakang yang mempertaruhkan waktu hidupnya hanya untuk “sekedar” berkutat dengan tebu, gula dan segala hal tentang in vitro.

# A masih diam mencerna sambil menyeruput tehnya yang terasa manis.

Jika kau (mau) mengerti kami.. :)

Itung-itungan Anak Kosan

Perkenalkan, nama saya Nisa, mahasiswi semester 4, ngekos di sekitar Plesiran deket kampus ITB, Kota Bandung.

Aku mau berbagi cerita tentang bagaimana hidup hemat dan saving uang bulanan selama kita ngekos terutama bagi yang ngekosnya di sekitar Plesiran-Kebon Bibit-Taman Hewan. Sebenernya ini reminder buatku juga supaya jangan boros, terkadang jajan dan belanja yang kecil-kecil suka bikin nggak kerasa, tau-tau ketebalan dompet kita semakin menipis tak terkendali…

1. Bangun pagi, jalan kaki
Bangun pagi, siap-siap lebih pagi. Sediakan waktu 20-15 menit lebih awal untuk jalan kaki ke kampus. Itu udah lebih dari cukup meskipun jalannya agak leyeh-leyeh. Ongkos dari gapura plesiran ke kampus Rp. 1.500 - 2.000 sekali jalan, bolak-balik Rp. 3.000 - 4.000. Dengan jalan kaki kita bisa save Rp 3.000 x 30 hari = Rp 90.000 atau Rp 4.000 x 30 = Rp 120.000 sebulan.

2. Bekal minum
Kalau kuliahnya dari pagi sampe sore nggak mungkin nggak minum kan? Bisa dehidrasi ntar..
Tapi hari gini air mineral mahal, Rp 2.500-3.000 sebotol. Kadang karena ngerasa “kagok” jatohnya malah beli minuman berasa dingin yang harganya >Rp. 5.000 sebotol #nahkan
Supaya hemat bekel air minum aja dari kosan, atau ngisi air dari watertap kampus. Beli botol minum kan hanya sekali, dengan Rp. 4x.xxx kita udah bisa dapet yang kualitasnya bagus.

Dengan asumsi 4 hari dalam seminggu beli air mineral*, jika kita memilih bekal air minum dari kosan kita bisa save Rp 3.000 x 4 hari x 4 minggu = Rp 48.000 sebulan.

3. Masak nasi
Nasi seporsi rata-rata harganya Rp 3.000, setengah porsi Rp 2.000. Kalau punya rice cooker sebaiknya masak sendiri aja nasinya.. nggak susah kan, dan lebih hemat.
Beras yang paling bagus di pasar harganya Rp. 10.000/kg. Kalau aku, sekali makan nasi hanya 45-50 gr. Jadi dengan Rp 10.000 bisa buat 20-21 kali makan dengan kata lain cukup untuk seminggu (sehari 3x makan).

Dengan masak nasi sendiri dibandingkan beli nasi setengah porsi aku bisa hemat (Rp 2.000 x 3 kali makan x 30 hari) – (Rp. 10.000 x 4 minggu) = Rp 180.000 – Rp 40.000 = Rp 140.000 sebulan.

4. Masak sendiri
Ini agak susah ngitungnya, yang pasti jaaaauh lebih murah.
Kalau punya waktu luang sejam atau dua jam ada baiknya masak sendiri aja. Misalkan untuk 3x makan aku hanya mengeluarkan Rp 3.000 untuk beli tempe mentah, dengan bumbu seadanya (bawang merah, bawang putih, ketumbar, cabe, garam dan kecap) udah lumayan kok untuk lauk seharian.

5. Stok cemilan
Stok cemilan cukup mencegahku untuk jajan terus-terusan. Beli snack kiloan di pasar harganya murah, memang nggak semua rasanya pas di lidah, tapi nggak sedikit juga yang enak loh.. cemilan yang sering kubeli stik keju (Rp 8.500/250gr) dan soes kering isi coklat (Rp 13.000/250gr). Itu udah cukup untuk mencegahku jajan selama 2 minggu.
Kalau belinya di Balubur, beli di Bapak2 yang di tengah deket tangga, samping Kakek yang jual plastik. Harganya murah dan suka kasih diskon :D

6. Stok minuman
Kadang dalam seminggu adaaaa aja keinginan untuk minum minuman yang berasa.. hehe
Kalau aku paling suka minum teh, tapi kalau beli yang udah jadi harganya mahal (Rp 1.000/gelas, ±Rp 5.000/botol) dan banyak pengawe+zat tambahan lainnya.

Bikin teh sendiri lebih murah sediakan saja stok teh di kosan. Misal teh celup Prendjak isi 24 kantong harganya hanya Rp. 4.500 + gula putih (gulaku Rp 7.450/500gr) udah cukup untuk sebulan.

7. Cuci baju sendiri
Bagi yang berjilbab sepertiku pasti tau betapa banyaknya cucian karena pakaian yang digunakan dobel-dobel. Dalam seminggu aku bisa mengotori 5 kg pakaian. Kalau di laundry Rp 6.000/kg, seminggu bisa habis Rp 30.000
Lebih baik cuci baju sendiri aja.. harga detergen yang bagus Rp 14.000/kg (cukup untuk 6 bulan), ditambah pelembut pakaian Rp 24.000/900ml (cukup untuk 4 bulan).

8. Pakai kanebo
Tissue Rp 9.000 - Rp 13.500/200 lembar. Kadang nggak kerasa, dikit-dikit lap, dikit-dikit lap... kalau sehari 2 lembar bisa habis dalam 3 bulan. Pakai kanebo aja, beli sekali Rp 20.000 bisa dipakai untuk mengelap kotoran sampai bertahun-tahun.

Sekian itung-itungannya, semoga bermanfaat yaa :D
Jangan lupa, saving uang bulanan itu bukan di akhir pas ada sisa, tapi di awal. 
Ayo kita buat komitmen untuk hidup hemat :D                                                                                               

Senin, 24 Maret 2014

Haruskah Menunggu Mapan untuk Menikah?

"Anak Muda...
Menikahlah Sebelum Mapan, Agar Anak anak anda dibesarkan bersama kesulitan - kesulitan anda.
Agar Anak anak anda kenyang merasakan betapa ajaibnya kekuasaan Allah
Jangan sampai anda meninggalkan anak anak yang takpaham bahwa hidup adalah perjuangan".


-Adriano Rusfi-




Ayah dan Bunda termasuk pasangan yang menikah dengan bekal secukupnya. Dengan uang yang mulanya akan digunakan untuk acara pernikahan, tapi tidak jadi karena ternyata di akad nikah sudah banyak sekali tamu yang hadir, Ayah dan Bunda membeli sebuah rumah dengan harga Rp 3.000.000 (kalau sekarang nilai uangnya mungkin sekitar Rp 30.000.000). Rumah pertama keluarga kami yang sederhana, letaknya di Gang Dahlia No.57, belakang RS. Dustira Cimahi.

Benda yang pertama kali Ayah dan Bunda beli adalah sebuah karpet merah tipis dan sebuah kasur busa yang mereka gunakan berdua, karena memang baru itu yang bisa mereka beli. Saat itu penghasilan Bunda sebagai seorang karyawan kantor di sebuah pabrik tekstil masih lebih tinggi dibanding Ayah yang calon dosen. Bundaku memang sudah lama bekerja sejak lulus SMK karena harus membantu Mbah dan Nenek membiayai kuliah adik-adiknya. 

Untuk mencukupi kebutuhan rumah tangga, selain mengajar Ayah membuka toko alat elektronik di Pasar Cimindi. Ayahku memang seorang pekerja keras, beliau tak terbiasa duduk-duduk santai di waktu luangnya. Kemampuan Ayah berdagang didapatnya sejak masih kecil dengan berjualan es lilin dan membantu Nenek berjualan ikan di pasar.

Dengan kondisi seperti itu, dari pagi hingga sore mereka berdua tak pernah ada di rumah, hingga aku terpaksa dititipkan di rumah Nenek (dari Bunda). Biasanya setiapkali Bunda berangkat di pagi hari aku menangis dan mengejarnya menyusuri gang sampai jalan raya, aku baru berhenti menangis kalau Nenek atau Bule yang menyusulku dari belakang menasehatiku bahwa Bunda dan Ayah melakukan semuanya untuk bisa membelikanku susu :) . Mungkin karena orangtuaku sibuk, di usia 3 tahun aku sudah dimasukkan ke TK.

Di tahun 1997, saat usiaku 4 tahun, Ayah dan Bunda mulai merintis usaha baru berupa toko bahan bangunan. Saat itu bangunan toko masih kecil, sangat sederhana dan semipermanen, sebagian dibuat dari papan dan triplek. Barang yang dijualpun belum begitu banyak jumlahnya.

Krisis ekonomi yang terjadi pada 1998 justru menjadi titik balik finansial keluargaku. Krisis ekonomi saat itu mungkin menjatuhkan bagi mereka yang memiliki aset berbentuk saham, reksa dana, obiligasi dan aset liquid lainnya, tapi menguntungkan bagi mereka yang mempunyai real asset dalam bentuk barang dan tidak memiliki hutang, seperti Ayah dan Bunda. Keuntungan yang didapatkan dari berjualan cukup untuk membangun toko sekaligus rumah baru bagi keluarga kami. Semenjak itu usaha Ayah terus berkembang hingga kini. 

Setiap keluarga punya “kisah finansial”nya masing-masing, ada yang memang sudah mapan dari sebelum perjanjian agung diucapkan, entah karena faktor kerja keras calon mempelai pria atau warisan turun-menurun, ada pula yang berbekal secukupnya lalu merintis bersama-sama dan mapan bersama-sama. 

Kalau aku, aku memimpikan yang kedua.

Karena ada sarana pembelajaran yang luarbiasa di sana, sarana untuk saling mengenal karakter satu sama lain, sarana untuk saling membangun satu sama lain dan sarana untuk berjuang bersama-sama. Aku percaya keberuntungan dan keajaiban Allah akan lebih dekat pada mereka yang mau berjuang dan bekerja keras termasuk dalam menjalani hidup.

Mungkin mudah mendapatkan orang yang mau di ajak senang tapi tak mudah mendapatkan orang yang bisa di ajak susah. Padahal kata Ayah, kehidupan itu tak selalu di atas, kita tak pernah tahu kapan Allah akan mengambil kembali apa yang pernah Ia titipkan. Alangkah indahnya ketika kita punya pasangan yang siap akan hal itu bukan? :)

Bagaimana denganmu? :)

menikmati hasil perjuangan bersama, matahari terbenam di Laut Merah :")

Jumat, 14 Maret 2014

A Ba Ta Tsa

Di sebuah hari biasa, tiba-tiba seorang senior memposkan sebuah link video di account medsosnya. Link video A-Ba-Ta-Tsa. Pikiranku langsung melayang bahagia, kembali menjangkau memori masa kanak-kanak.



Kalau kalian anak muslim tahun 90an pasti tau banget lagu (dan kaset) ini kan??
Seingetku ini kaset pertama yang dibeliin Ayah buatku (terus ilang kasetnya), kaset ini udah ada sebelum Cinta Rasul (1,2 dan 3) booming. 

Main song kaset ini ,A-Ba-Ta-Tsa, memudahkan anak kecil menghafal huruf hijaiyah loooh…. (bagian terkeren dari lagu ini adalah ketika menyebutkan huruf hijaiyah dengan tempo sangat cepat! Itu bagian yang paling kusuka dulu haha #alay :D)

Diantara semua lagu aku paling suka lagu “Allah Turunkan Hujan”,
sampai sebelum aku menemukan kembali link videonya, kadang aku masih suka nyanyi-nyanyi bait pertama lagu itu (karena memang hanya itu yang terisa dari ingatan masa kecilku). Begitu nemu link lagu utuhnya rasanya seneeeeeeng banget, terharuuu karena sampai sekarangpun aku masih suka lagu iniiiiiii :’)

Allah turunkan hujan
Dari gumpalan awan
Dari langit yang tinggi~
Membasahi seluruh bumi


lagu-lagu di kaset ini selalu menemani masa kecilku nan-bahagia, diputar berulang-ulang tak jemu-jemu karena lagunya dinamis dan “enakeun” semua meskipun ada bahasa inggrisnya (yang dulu dinyanyiin asal bunyi tak peduli apa artinya).

Indahnya kenangan masa lalu, betapa “normal” dan bahagianya masa kecil kita dengan hiburan yang “sepantasnya” dan sarat akan makna. Dikemas dalam bahasa sederhana, dengan bentuk menarik dan aransemen yang bagus, bukti keseriusan dalam menyajikan hiburan yang layak dan mendidik bagi anak-anak.
Jauuuuuuuuhhhh jauuuuuuuuuuuuuuuuuuuh lebih bagus dibandingkan dengan lagu-lagu anak jaman sekarang (kalau boyband atau girlband “junior” itu masih bisa dikategorikan sebagai “anak-anak” dengan lagu-lagu galaunya).

Begitu dapet linknya, tanpa pikir panjang langsung kudonlot semua.
Akan kusimpan untuk keturunanku nanti :’)



Siapapun anda yang dengan tulus ikhlas merekam ulang kaset Neno Warisman & Aulade Gemintang ini, terimakasih ya, semoga kelak keturunan-keturunan anda masih bisa merasakan masa kecil yang dihiasi dengan hiburan yang layak, bermakna dan bermanfaat :D.



Sabtu, 15 Februari 2014

Fasttrack : S1 dan S2 dalam waktu 5 tahun

Semangat pagi! kali ini aku ingin menuliskan beberapa pertanyaan yang seringkali diajukan orang-orang padaku mengenai program fasttrack. Tulisan ini kubuat berdasarkan pengalamanku mengambil program fasttrack di SITH ITB (Sekolah Ilmu dan Teknologi, Institut Teknologi Bandung). Karena setiap fakultas biasanya memiliki kebijakan syarat dan teknis yang berbeda, tulisanku ini mungkin hanya bisa memberikan gambaran umum mengenai fasttrack serta suka dan duka ketika menjalaninya #curhat 


Apa sih fasttrack itu?

Fasttrack adalah sebuah program percepatan dimana S1 dan S2 dapat di tempuh sekaligus dalam waktu 5 tahun. 


Cara dan syarat pendaftarannya?

Cara daftarnya mudah, waktu 2011 lalu aku dan kawan-kawan hanya tinggal mengisi formulir keikutsertaan  program fasttrack yang bisa diambil di Tata Usaha pada akhir semester 6 (sekarang bisa mendaftar mulai semester 5). 

Untuk bisa mendaftarkan diri, ada beberapa syarat akademik yang harus dipenuhi oleh mahasiswa, beberapa diantaranya : IPK saat mendaftar minimal 3.25, nilai mata kuliah minimal C, tidak pernah mengulang mata kuliah wajib dan tidak memiliki kasus akademik. Cara pendaftaran dan persyaratan tersebut dapat berbeda-beda di setiap fakultas dan sewaktu-waktu dapat berubah.


Apakah ada proses seleksi ketika mendaftar?

Asalkan memenuhi persyaratan seperti yang disebutkan di atas, tidak ada proses seleksi lagi ketika mendaftarkan diri menjadi mahasiswa program fasttrack (mungkin karena yang mendaftar biasanya hanya sedikit, sementara kuota yang tersedia masih banyak). Seleksi justru berlangsung selama mahasiswa menjalani program fasttrack (dijelaskan di bawah).


Kuliahnya bayar atau gratis?

Sejauh ini seluruh mahasiswa yang mengikuti program fasttrack bisa dipastikan kuliah S2 gratis karena kuota beasiswanya berlimpah (terutama Beasiswa Unggulan Fasttrack dari BPKLN DIKTI) #cmiiw, teman-teman fasttrack angkatanku dan angkatan sebelumnya di SITH, seluruhnya mendapatkan beasiswa (kecuali bagi yang menolak diberi).

Kalau nggak BU Fasttrack dari BPKLN DIKTI biasanya dapet beasiswa Voucher atau beasiswa Fresh Graduate. Untuk mendapatkan beasiswa tersebut ada proses seleksinya masing-masing, mulai dari seleksi administrasi sampai seleksi wawancara. 

Terkadang informasi mengenai beasiswa tersebut datang dengan simpang siur dan tidak jelas kapan waktunya. Jadi anak-anak fasttrack harus inisiatif, sering-sering berkoordinasi dengan Ketua Program Studi (S1 dan S2) serta Pegawai Tata Usahanya masing-masing.


Gimana teknis pelaksanaan fasttracknya?

Sambil menuntaskan kewajiban sks S1 dan mengerjakan TA, mahasiswa yang mengikuti program fasttrack harus mulai mencicil sks S2-nya di semester 7 dan semester 8 (masing-masing 6 sks). Sehingga ketika lulus S1, mahasiswa setidaknya sudah mengantongi 12 sks S2. 

IPK mata kuliah S2 yang diambil harus >3,5 dan nilai yang didapatkan minimal B. Mahasiswa harus bisa memenuhi syarat akademik ini.

Mahasiswa harus menyelesaikan TA S1 tepat waktu dan di wisuda pada bulan Juli atau selambat-lambatnya Oktober (sangat tidak disarankan karena urusan birokrasinya ribet).

Selanjutnya mahasiswa akan mendapatkan NIM S2 nya dan menuntaskan sisa sks S2 (±24 sks lagi) sekaligus menyelesaikan Thesisnya dalam waktu satu tahun.

Nah, tiga poin terakhir di atas itu yang kumaksud dengan seleksi selama mahasiswa menjalani program fasttrack... Mahasiswa bisa mengundurkan diri atau memilih jalur reguler jika ternyata selama keberjalanan, tidak dapat memenuhi hal-hal di atas.


Apa yang harus disiapin waktu memilih fasttrack?

SKS dan Nilai Akademik Mulai dari semester 1-6

Alangkah baiknya ketika mahasiswa berniat akan mengambil program fasttrack, ia sudah mulai mengambil banyak sks s1 si semester 1-6 nya. 

Seperti yang udah kutulis di atas, pada semester 7 dan 8 mahasiswa harus mulai mencicil mata kuliah S2 sebanyak 6 sks persemester. Jika jumlah sks S1 yang diambil pada semester 1-6 baru sedikit, akan sulit memenuhi syarat kelulusan (untuk lulus S1 minimal harus sudah menuntaskan 144 sks). Perlu diingat, saat masih berstatus mahasiswa S1, maksimal kita hanya bisa mengambil 24 sks persemester. Nah, mengambil 24 sks di semester 7 dan 8 pun sepertinya mustahil dilakukan karena sambil kuliah kita juga harus menuntaskan TA.

Selain memperhatikan jumlah sks, mahasiswa juga harus bisa mempertahankan nilai dan IPK.


Perencanaan dan Manajemen waktu penelitian

“Hofstadter's Law” is that things will always takes longer than you expect, even when you take into account Hofstadter's Law" (which is that things will always takes longer than you expect, even when you take into account Hofstadter's Law).

Perencanaan dan manajemen waktu menjadi sangat perlu. Seperti yang sudah kuceritakan sebelumnya baik kuliah maupun TA dan thesis semuanya harus dikerjakan dengan baik dan tepat waktu. Kita harus bisa merencanakan  apa saja yang harus kita kerjakan dan kapan pekerjaan tersebut harus kita mulai.

Ingat, penelitian harus bisa kita selesaikan masing-masing selama satu tahun. Ketika selesai KP (kerja praktek) di semester 6 lalu, aku nggak liburan lagi. Waktu yang ada langsung kugunakan untuk mempersiapkan dan memulai TA (karena TAku kultur jaringan dan memakan waktu yang cukup lama). Demikian juga ketika akan dan setelah wisuda S1, nggak ada waktu untuk ber-euforia lama-lama karena pekerjaan yang ada di depan mata harus mulai dicicil.

Sebelumnya aku pernah menjadi asisten Proyek Tumbuhan di tingkat 3 dan KP di BIOGEN dengan spesialisasi kultur jaringan. Kesempatan-kesempatan itu kujadikan sarana untuk meningkatkan kemampuanku. Sehingga ketika benar-benar memulai TA, aku sudah cukup terbiasa dengan peralatan dan teknik-teknik yang akan kugunakan. Karena aku tau betul, aku nggak punya kesempatan lagi untuk melakukan “kesalahan-kesalahan dasar”. Misalkan, kesalahan dalam proses sterilisasi dan inisiasi yang menyebabkan kulturku kontaminasi dalam jumlah besar, kalau aku harus mengulang… harganya satu bulan waktuku (^_^).

Nah, hal-hal yang seperti itu harus direncanakan baik-baik, dibayangkan garis besar timelinenya. Jadi kalaupun rencana A gagal, kita harus bisa segera bergerak ke rencana B dan seterusnya. Sebanyak apapun hal yang harus dilakukan, ketika bisa direncanakan dengan baik, diatur waktunya dengan baik, pasti bisa terselesaikan InshaaAllah. 

Sekalipun kadang ketika berhadapan dengan makhluk hidup sebagai objek penelitian, rasanya Hofstadter's law bisa saja…..hmm #lebay


Mental, semangat, cinta dan syukur

Nggak seperti program reguler yang flow kuliahnya cenderung turun dan lebih santai di tingkat akhir, mahasiswa fasttrack justru harus siap menjalani masa-masa akhir kuliahnya dengan flow yang tinggi atau bahkan cenderung naik.

Tanpa mental dan semangat yang kuat, tentu akan sulit menjalankan semuanya. Adakalanya tuntutan nilai akademik menjadi beban yang luar biasa (karena materi kuliahnya udah masuk tahap advance). Adakalanya rasa putus asa muncul ketika penelitian bermasalah. Adakalanya rasa jenuh memuncak ketika tubuh dan pikiran terlalu lelah. Menurutku itu manusiawi.

Tapi, semua beban itu bisa sedikit dikurangi kok, caranya dengan memilih mata kuliah yang disukai (selama itu masih relefan dengan topik penelitian, kecuali kalau udah nggak tau lagi mau ambil apa), memilih topik penelitian yang disukai, serta melakukan TA dan thesis dengan topik yang sama. Supaya begitu selesai TA, kita bisa langsung melanjutkan thesis tanpa harus memulai penelitian dari nol besar.

Itulah yang menjadi salah satu alasan utamaku waktu itu, memilih untuk menentukan sendiri topik penelitian dibanding mengikuti proyek dosen. Dengan memilih apa yang kucintai, biasanya aku tak akan berkeberatan sekalipun harus melakukannya hingga larut, bekerja lebih keras atau sekedar mengorbankan waktu liburanku. Dan ketika aku belum berhasil, ketika semangatku jatuh, aku bisa bangkit lagi dengan mengingat-ingat kembali alasan "mengapa aku memilih melakukan ini".

Tapi nggak semuanya bisa ideal seperti itu toh... adakalanya kita harus belajar mencintai apa yang kita kerjakan, mencoba memandang sesuatu dari sudut pandang yang berbeda dan belajar mensyukuri nikmat luar biasa yang telah Ia berikan : kesempatan untuk menuntut ilmu.


Kalau ikut fasttrack masih bisa main nggak sih?

Masih loh... Di tingkat akhir aku masih sempet ikut kepanitiaan, karena aku suka berorganisasi. Ketemu orang.. kenal dengan orang... dari sana aku bisa belajar memahami karakter orang yang saaaangat beragam. Itu salah satu sarana buatku merefresh diri dan menemukan semangat baru. Terus di semester akhir ini aku memilih jadi asisten proyek lagi, supaya bisa ketemu dengan lebih banyak orang.. kenal lebih banyak orang... jadi semangat terus.

Selain main, liburan juga masih bisa kok, asalkan tau waktu aja. Tapi kalau aku agak susah sih, soalnya nanti anak-anakku nggak ada yang ngurus (subkultur dan sampling kultur jaringan maksudnya).


Kesimpulannya?

Kalau aku... memandang fasttrack ini sebagai sebuah kesempatan. 
Memang cukup menantang untuk dijalani, dan rasanya nggak sama dibandingkan dengan akselerasi dulu. Jika dilihat dari sudut pandang berbeda, aku sangat bersyukur karena bisa melakukan apa yang kusukai lebih lama lagi (melakukan penelitian yang kusukai dalam waktu 2 tahun) dan mendapatkan lebih banyak waktu untuk memikirkan langkahku selanjutnya.

Saranku, ketika memilih program fasttrack, yang bersangkutan :
  • Harus siap bekerja lebih dari biasanya, berpikir lebih dari biasanya. Teori dan niat aja nggak cukup yaa, harus ada aksi :)
  • Harus bisa segera bangkit kembali ketika jatuh, karena waktu yang kita miliki terbatas.
  • Harus bisa memahami dan berdamai dengan dirinya sendiri, maksudnya harus bisa mengukur kondisi diri baik fisik maupun mental, ketika fisik udah lelah dan mental udah terlalu jenuh ada baiknya beralih sebentar dari rutinitas dengan mencoba hal baru atau minimal beristirahat sejenak (kadang yang ini agak susah juga sih apalagi kalau udah hectic).
  • Harus bisa menemukan semangat dalam dirinya sendiri.
  • Harus bisa menjaga kesehatannya, ketika sakit otomatis produktifitas menurun padahal waktu yang dimiliki nggak banyak.
  • Harus sabar dalam arti sesungguhnya (sabar bukan berarti leyeh-leyeh ya) ketika menghadapi kegagalan atau menghadapi masalah termasuk ketika harus berhadapan dengan birokrasi.
  • Jangan pernah merasa sendiri, biasanya ketika merasa sendirian semangat yang ada bisa tiba-tiba menurun drastis, misalkan ketika melihat betapa suram dan heningnya lorong-lorong lab, ketika menyusuri lorong aula Barat yang gelap, ketika berjalan di tengah lapangan sipil setiap malam (atau dini hari) yang sepi dan berkabut…#curcol. Kalau kata temanku yang baik hati “ketika merasa kesepian, istighfar, ingat Allah”
  • Rajin-rajin minta do’a dari orangtua #inibangeeeet
  • Ingat untuk selalu bersyukur
Sekian, salam semangat!! XD

.

Rabu, 05 Februari 2014

Jariku kena Paronychia

Sekitar sebulan yang lalu aku mengalami infeksi pada jari manis tangan kananku, awalnya karena ada luka akibat hangnail yang kucabut di pinggir kuku. Kupikir luka sepele macam itu akan baik-baik saja, toh biasanya beberapa menit kemudian juga sembuh dengan sendirinya.

Tanpa memedulikan luka sepele tersebut aku melakukan aktifitas seperti biasa. Kebetulan hari itu aku melakukan analisa protein dengan SDS-Page yang mengharuskanku menggunakan sarung tangan karet. Karena sampel yang kukerjakan cukup banyak, aku menggunakannya hingga >10 jam dan hanya kulepas ketika akan shalat. Esoknya jari tanganku membengkak dan tampak kantung nanah pada bagian dalam kulit daerah luka. Rasanya sakit dan cukup mengganggu aktifitasku.

Kuduga jariku terinfeksi dengan mikrofloraku sendiri, yaitu mikroorganisme yang secara normal bersimbiosis dengan manusia. Adanya luka mengakibatkan mikroflora dapat masuk dan menginfeksi kulitku. Selain itu, mungkin karena hari sebelumnya aku menggunakan sarung tangan karet nyaris seharian, tanganku jadi lebih lembab dari biasanya. 

Satu-satunya cara yang kupikirkan untuk menyembuhkannya adalah dengan mengeluarkan nanah yang terjebak dalam kulitku dan membiarkan lukanya mengering. Semuanya kulakukan dengan steril menggunakan peralatan standar lab. Setelah dua kali mencoba, infeksinya tidak kunjung sembuh. Ternyata luka tersebut baru bisa sembuh setelah seluruh jaringan yang terinfeksi dibuang.

Tiga minggu kemudian, kejadian yang sama terulang lagi, kali ini jari manis kiriku yang terinfeksi -_-
#ih jari manis terus yang infeksi, kalau udah dipasang cincin enggak akan kayaknya :p

Padahal pada kejadian yang kedua, ketika terdapat luka akibat mencabut hangnail, aku sudah melakukan pencegahan infeksi dengan mengusahakan agar kondisi tanganku bersih dan kering, serta memberikan larutan antiseptik (bet*d*ne), tapi tetap saja tidak berhasil. Mungkin juga karena pola hidupku yang cukup berantakan akhir-akhir ini, sistem imunku melemah sehingga aku mudah sakit.

Karena penasaran, akhirnya aku mencari literatur mengenai infeksi-infeksi yang dapat terjadi pada tangan. Ternyata kasus seperti ini disebut Paronychia, infeksi yang umum terjadi pada kulit (tapi baru pertama dan kedua kali kualami seumur hidupku -_-). 

Paronychia, di sebabkan oleh bakteri Staphylococcus aureus, mikroflora yang secara alami terdapat pada kulit manusia namun dapat berpotensi menjadi patogen. Kalau berdasarkan penjelasan kuliah dari universitas tetangga dan berdasarkan artikel ilmiah ini, ternyata S. aureus bisa memproduksi enzim koagulase. 
#Hayoo masih inget nggak koagulase dipake untuk apa? 

Koagulase adalah enzim yang berperan dalam mengubah fibrinogen menjadi benang-benang fibrin pada mekanisme penyembuhan luka di tubuh kita. Tapiii dalam kasus ini S. aureus memproduksi dan menggunakannya untuk membentuk pelindung di daerah sekitar mereka. Akibatnya mereka jadi terbungkus dan terlindungi dari sistem pertahanan tubuh kita termasuk dari mekanisme fagositosis (ketika sel darah putih memakan bakteri yang menginfeksi tubuh). 
Pinter juga yaaa makhluk yang satu iniiii -_-
Mungkin itulah kenapa lukaku baru bisa sembuh ketika semua jaringan yang terinfeksi kubuang.

Setelah sembuh kutikulanya jadi asimetris -_-
belum potong kuku, ihihi :3

Kejadian "sepele" ini menjadi semacam pengingat bagiku. Ditengah kesibukan aktifitas sehari-hari, menjaga kondisi tubuh juga perlu diprioritaskan. Biasanya kalau udah hectic tanpa sadar kita dzhalim dengan diri sendiri. Lupa makan, males makan, lupa istirahat hingga akhirnya sistem imun melemah dan penyakit-penyakit "kecil" seperti ini bermunculan. Toh kalau udah sakit, aktifitas dan produktifitas juga jadi terhambat kan.. :)


Semoga Allah selalu memberikan kekuatan, kesehatan serta perlindungan pada jiwa dan raga kita yaa:)

Jumat, 24 Januari 2014

Aku Anak Akselerasi Bahagia

"apa yang dirimu kejar?"
hening
"nggak tau.... yang kutau aku bahagia" hari ini aku tersenyum mantap.

Pertanyaan seperti itu sering ditanyakan orang-orang padaku dan pertanyaan-pertanyaan lain macam "kamu nggak sedih masa remajamu dikorbankan begitu? masa-masa sekolah kan cuma sekali..." atau "terbebani nggak sih kamu?" atau "memangnya kamu nggak cape?" atau "kerjaanmu belajar terus ya? memangnya nggak bosen?"

Hihi, memang kadang-kadang bingung jawab apa. Adakalanya pertanyaan-pertanyaan seperti itu terngiang-ngiang apalagi saat sedang galau. Tapi kalau dipikirkan baik-baik, aku memang nggak punya jawaban yang bener-bener pas untuk semua pertanyaan itu. Yang kutau aku bahagia dan bersyukur atas jalan yang Ia berikan untukku.

Akselerasi di dunia pendidikan saat ini, mungkin bukan suatu hal yang langka. Banyak teman-temanku yang juga berusia muda bahkan lebih muda dariku mengenyam pendidikan formal melebihi standar usianya. 

Apakah akselerasi itu beban? jawabannya "ya" kalau ditinjau dari segi effort untuk "mengejar" materi sekaligus "tidak" karena akselerasi menjadi semacam "penyaluran energi" untuk sesuatu yang baik (pada kasusku dan mungkin sebagian besar dari mereka) dan jika keduanya ditimbang, bobot kata "tidak" lebih berat dibandingkan "ya".


(sumber gambar : goodlive.id.lv)

Program akselerasi kutempuh saat aku SMP dulu. MTs Asih Putera tempatku bersekolah adalah sekolah yang terhitung sangat baru. Saat aku masuk pada tahun 2004, aku adalah murid angkatan ke-4. Program akselerasi angkatan kami baru dibuka ketika kami akan naik ke kelas VIII. Saat itu sekolah memberikan undangan pada beberapa murid untuk mengikuti tes seleksi masuk program akselerasi. Undangan diberikan berdasarkan kemajuan siswa selama setahun di kelas VII, ditinjau dari segi akademik dan psikologis. Siswa di sekolah kami memang tidak banyak, hanya sekitar 25-30 orang per-angkatan dan masing-masing siswa memiliki mentor sehingga perkembangan kami dapat terawasi dengan sangat baik .

Singkat cerita setelah melalu proses tes yang cukup panjang (terutama tes psikologi), dari 20 orang yang diberikan undangan, aku menjadi 1 dari 2 orang yang dapat mengikuti program akselerasi kelas VIII ke kelas IX. Karena dalam satu tahun aku harus menguasai materi kelas VIII dan IX sekaligus, aku dan Fathimah temanku, harus belajar ekstra. Saat itu sekolah kami memang sudah menggunakan sistem moving class (keren ya). Untuk mengejar materi yang akan di UANkan, kami mengganti jadwal kelas kesenian, wawasan islam dunia, tafaqquh fiddin dll. untuk kelas VIII (di MTs ada kurikulum muatan Agama selain kurikulum wajib) dengan kelas matematika, kimia, fisika, biologi, b.indonesia, b.inggris untuk kelas IX. Meski demikian kami tetap harus ikut ujian materi-materi tersebut untuk mendapatkan nilai, jadi kami berlajar dua kali lipat dan ujian dua kali lebih banyak dibanding yang lain hahahaha .

Seperti yang sudah kukatakan sebelumnya, bagiku akselerasi menjadi semacam "penyaluran energi" untuk sesuatu yang baik. Semenjak kecil aku adalah anak yang mudah bosan dan sulit di atur, guru SD ku pernah mengeluh pada orang tuaku bahwa aku "terlalu keras kepala dan sulit di atur". Meskipun lahir dengan nama "Nisa" yang di ambil dari kata perempuan, sikapku (sedikiiiit ) melenceng dari sana. Dari dulu aku sangat suka ruang terbuka, hobiku memanjat, melompati sungai dan menangkap ikan di kali atau sawah, tempat belajarku adalah gunungan batu di pinggir rel kereta api, bajuku selalu kotor tidak pernah rapi, aku terlalu cuek rambutku terurai begitu saja tak pernah mau diikat atau di jepit. 

Siapa sangka energiku untuk melakukan hal-hal tersebut ternyata dapat tersalurkan ke arah yang lebih baik dengan akselerasi. Bukan berarti ruang gerakku menjadi terbatas, hanya saja hidupku menjadi lebih teratur. Saat MTs aku masih bisa melakukan hal-hal yang kusuka, masih dapet penghasilan sendiri dengan jualan jajanan pasar bersama sahabatku dan boneka sisa eksport di sekolah (ini juga hobi turunan dari Ayah), di saat kelulusan aku juga masih bisa mendapatkan predikat "Best Student kategori Natural*" karena kedekatanku dengan alam** hehe .

Karena memang usiaku setahun lebih muda saat masuk SD dulu, ditambah dengan akselerasi, aku lulus dari MTs dan masuk SMA saat usiaku 13 tahun. Ada sedikit rasa khawatir saat baru masuk SMA dulu, khawatir tidak dapat mengikuti pelajaran dengan baik dan khawatir nggak punya teman. Apalagi saat itu adalah saat pertama kalinya aku sekolah di sekolah negeri (TK, SD, SMPku swasta semua). Ternyata kekhawatiranku itu tak beralasan, kehidupan SMA ku fine-fine aja, sama seperti siswa pada umumnya meski teman-temanku menjulukiku "adek" atau "bocah" dan panggilan-panggilan sayang lainnya #geer karena faktor usiaku, terlebih karena tubuhku yang pendek hihihi .

Jadi anak akselerasi, bukan berarti tak bisa membaur dengan yang lain, biasa aja kok... Dan bukan berarti kerjaanku hanya belajar, rugi banget... sebenernya asalkan tugas yang diberikan oleh guru dikerjakan dengan sungguh-sungguh dan dikerjakan sendiri (jangan nyontek!) belajar cukup kalau mau ujian saja. Aku juga nggak pernah ikut les selama sekolah. Sekali-kalinya ikut les hanya saat akan masuk kuliah, itupun sering bolos karena malas. 

Aku lulus SMA dan masuk kuliah saat usiaku 16 tahun, di sini aku tidak merasa sendirian dan sama sekali tidak merasa khawatir karena tempat ini mempertemukanku dengan kawan-kawan yang usianya sama denganku atau bahkan lebih muda dariku . Rasanya malah semakin bersemangat dan semakin tertantang. Semangat itu terbawa hingga akhirnya aku memutuskan untuk mengikuti program fasttrack (S1 dan S2 hanya dalam 5 tahun). Terlebih karena aku kuliah di jurusan yang kusukai sehingga alhamdulillah, sama sekali tak ada keterpaksaan dalam menjalaninya. InshaaAllah aku lulus Juli 2014 ini, doakan yaa.. .

Selama kuliah aku mengisi waktu luangku dengan berbagai organisasi dan kepanitiaan mulai dari tingkat satu sampai detik-detik menuju kelulusan S1 #nekat hahaha. Sebisa mungkin waktu luangku kugunakan untuk melakukan sesuatu yang produktif (pe-de banget, semoga bisa dikatakan demikian). Entah semenjak kapan, kalau tidak disibukkan dengan sesuatu, aku justru kebingungan, galau (banget), nglantur dan sama sekali nggak bersemangat dalam menjalani hidup #lebay. 

Ada satu dari banyak kekuranganku, yang dalam kasusku bisa jadi merupakan dampak dari akselerasi. Menurut artikel ilmiah yang kubaca :


"Siswa (akselerasi) memperoleh percepatan dalam perkembangan intelektual (ranah kognitif), tapi tidak memperoleh percepatan dalam perkembangan ranah afektif dan psikomotorik". 
Pidato Pengukuhan Prof. Dr. Asmadi Alsa, Guru Besar Fakultas Psikologi, Universitas Gadjah Mada

Kalimat diatas sedikit banyak memang benar dalam kasusku terutama mengenai ranah afektif. Menurut orang-orang aku cenderung masih bersikap kekanakan dan terkadang tidak peka terhadap orang lain (terutama dalam hal menganalisa maksud dari sikap orang lain terhadapku). Mereka masih memanggilku dengan sebutan "bocah" dan tubuhku masih saja pendek #ganyambung. Tapi aku ragu apakah kalimat tersebut dapat digunakan untuk menggeneralisir dampak dari akselerasi atau tidak, karena tidak seluruh anak akselerasi yang kukenal bersikap demikian.

Intinya jika aku diminta jawaban atas pertanyaan-pertanyaan berkaitan dengan kondisiku (dan mungkin juga sering ditanyakan pada mereka anak-anak aksel), aku akan menjawab bahwa :

"Akselerasi bukan berarti mengorbankan masa remaja, akselerasi adalah kesempatan berharga dan sarana bagi beberapa orang untuk menyalurkan energinya dalam hal positif. Kami tidak merasa terbebani dalam menjalaninya karena kami tidak merasa terpaksa. Kami punya banyaaaaaak kegiatan lain selain belajar, kami punya banyak teman dan kami hidup dengan bahagia " #mutergayabalerina.

dan jika ditanya
"apa yang dirimu kejar?"
aku hanya bisa jawab "nggak tau, yang jelas bukan 'gelar' yang kukejar (jaman sekarang gelarmah bisa dibeli asal punya uang #miris)....hanya saja yang kutau, aku bahagia dan bersyukur menjalaninya. Dan kalau misalkan aku nggak aksel nih ya, belum tentu kaaaan aku bisa ketemu dan kenal sama kamyuuuuh ufufufu "



bosen ah lari sendiri, sekarang maunya lari berdua :'> #nahloh
(sumber gambar : academicdepartments.musc.edu)




*MTs ku memberikan penghargaan pada muridnya dengan berbagai kategori, seperti best student kategori natural, best student kategori musik, kategori terkritis dsb dsb. Di sini, bakat kami di hargai, bukan hanya dari sisi akademik semata, asik ya

**waktu MTs dulu ada banyak kegiatan outdoor seperti tadabbur alam dan kemah alam, outbond dan semacam pramuka tiap hari jumat, kami punya kelompok taklif dan masing-masing kelompok punya kebun sendiri yang harus ditanami dan dirawat. Pokoknya aku bahagiaaaa sekali sekolah di MTs Asih Putera .