Halaman

Selasa, 13 Agustus 2013

Pak Ori

Dalam kilasan waktu kosong di sela-sela aktivitas mereview jurnal yang tak kunjung usai (soksokan), dalam keisengan menguak foto-foto lama, notes lama, sampai membaca ulang skripsi mulai dari kata pengantar... baru sadar ada yang kurang. Ada satu nama yang kurang, yang tidak tercantum secara tersurat dalam deretan ucapan terimakasih, tapi tanpa sosok itu mungkin TA ku tak pernah bisa dimulai.

Pak Ori, 

Bapak tua pengumpul botol bekas selai itu.
Yang jadi buruanku dalam perjalanan bolak-balik clueless seorang diri di Inhoftank, yang ternyata markasnya berada di dalam gang sempit itu. Tanpa Ibu warung dan Mamang service TV mungkin aku tak akan pernah berjumpa dengannya. 

Waktu kusodorkan bon bukti transaksi pada Ibu, beliau hanya bisa tersenyum melihatnya. Karena tulisan dalam bon itu adalah tulisanku, ada berkas kotor di bagian bawah kertas, dan tanda tangan besar bertuliskan O-R-I. Satu-satunya bukti otentik dari eksistensi Pak Ori.

Pernah suatu hari terlintas dalam pikiran, bagaimana jadinya kalau Pak Ori and the gank tak pernah ada di dunia ini. Barangkali aku harus mengumpulkan uang berjuta-juta untuk sekedar membeli ratusan botol magenta (Rp 17.000 sekian perbotol ternyata, bukan Rp 100.000). Hanya sekedar untuk memulai TA.

Kalau dipikir-pikir, TA ini tak akan mungkin selesai tanpa bantuan berbagai pihak yang baik hati ya... 
Pak Ori  yang setia mengabari lewat telefon setiapkali banyak botol selai berbentuk serupa sudah terkumpul, yang senang sekali menceritakan tentang anak perempuannya, yang kikuk mempersilahkan Aku dan KaChang duduk di atas kursi plastik sampai memecahkan sebuah gelas, dan teman-temannya yang selalu bersedia ditumpangi shalat, yang bersedia mengantar karung-karung botol menembus hujan dan banjir dengan gerobak sampai terminal. Aryo dan Udin yang bersedia membatu mengangkut karung-karung itu ke lantai tiga dengan konsekuensi terkotori oleh cairan berbau sampah.

Hehe

Nah, gank Pak Ori dan gank bibi-cuci-sampai-midnight.. yang mau nulis skripsi dan thesis, jangan lupa nulis nama Pak Ori di kata pengantar kalian yaaaaaa.. semangat kuljar!! semangat!! haha :D

#nostalgia
#labsepi
#mohonmaaflahirdanbatin :3

semangat kuljar, selalu semangat

Jumat, 02 Agustus 2013

Ketika Salam Ganesha Dijabarkan

Salam Ganesha! 
Bakti kami untukmu Tuhan, bangsa dan almamater! 
Merdeka!

Itulah bunyi salam yang dikenalkan pada kami ketika akan menghadapi sidang besar penerimaan mahasiswa baru di Sabuga.... empat tahun yang lalu...
Salam yang selalu kami gema-kan dalam kebersamaan dengan jas almamater hijau tua kami. Salam yang singkat namun sarat makna. Melebur dengan letupan euforia seorang mahasiswa baru. 

Tak terasa empat tahun berlalu sudah. Hanya dengan rahmat dan kuasaNya-lah aku diberi kesempatan untuk lulus, kembali melalui Sabuga. Kali ini bukan jas almamater yang kukenakan, tapi toga yang juga berwarna hijau tua dengan kalung beludru berhiaskan keping logam si gajah duduk. 

Aku bahagia dan saaaaaaaaaangat bersyukur meski tak kurasakan euforia seperti ketika pertama masuk dulu. Keluar dari kampus ini berarti meninggalkan zona nyaman, bukan berarti bisa menekuk pundak dan berleha-leha bukan? :)

Selain itu bayangan mengenai jalan yang masih harus kulalui setahun kedepan untuk menyelesaikan program fasttrack cukup menyadarkanku bahwa semua-belum-selesai-aku-masih-di-sini.

Ada dua hal yang membuat jantungku berdebar-debar dan lidahku kelu selama prosesi wisuda itu. Ketika lagu Indonesia Raya dinyanyikan dan ketika Salam Ganesha dijabarkan dalam sebuah janji yang amat berat. Janji kami, janji lulusan ITB..


Janji Lulusan ITB

Kami
segenap lulusan
Institut Teknologi Bandung
demi Ibu Pertiwi

Berjanji
akan mengabdikan ilmu pengetahuan
bagi kesejahteraan bangsa Indonesia
perikemanusiaan dan perdamaian dunia

Kami berjanji akan mengabdikan
segala kebajikan ilmu pengetahuan
untuk menghantarkan bangsa Indonesia
ke pintu gerbang masyarakat adil dan makmur
yang berdasarkan Pancasila

Kami berjanji akan tetap setia
kepada watak pembangunan kesarjanaan Indonesia
dan menjunjung tinggi susila sarjana
kejujuran serta keluhuran ilmu pengetahuan
di mana pun kami berada

Kami berjanji
akan senantiasa menjunjung tinggi
nama baik almamater kami
Institut Teknologi Bandung

Rangkaian kata-kata yang mampu membuat mataku berkaca-kaca. Mempertegas apa yang tersirat. Saat itulah aku disadarkan bahwa ada beban yang harus kupertanggungjawabkan dalam gelar yang kuraih, bukan hanya secara vertikal tapi juga horizontal. Artinya, ketika aku sudah terjun ke dunia nyata nanti, aku tak boleh hanya memikirkan urusan perutku sendiri. Aku tak boleh hanya memikirkan tentang aku. 

Ada janji yang harus kutunaikan dengan penuh kesadaran. Dan idealisme ini, idealisme yang tersurat dalam rangkaian janji itu, idealisme yang ditanamkan sejak pertama kali mengenakan jas almamater hijau tua dan menginjakkan kaki di Sabuga, tak boleh kubiarkan padam... sampai kapanpun... InshaaAllah..


عَنِ جابر، رَضِيَ الله عَنْهُمَا، قَالَ : قال رَسُولُ اللهِ صَلَّى الله عَلَيه وسَلَّم: خَيْرُ النَّاسِ أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ

“Jabir radhiyallau ‘anhuma bercerita bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia.” *

Baktiku untuk Allah Tuhanku, Indonesia tanah airku dan ITB almamaterku..





*Hadits dihasankan oleh al-Albani di dalam Shahihul Jami’ (no. 3289).