Halaman

Tampilkan postingan dengan label Kultur jaringan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Kultur jaringan. Tampilkan semua postingan

Kamis, 08 Mei 2014

Halo, namaku Z01710

Halo, namaku Z01710, sebuah kalus 

Dulu, aku merupakan bagian dari potongan daun berukuran 7x7 mm^2 

Aku di tanam tanggal 17 Oktober 2012 sebagai kontrol negatif pada media agar-agar yang miskin nutrisi (nyaris 100x di bawah kadar optimum untuk pertumbuhan) dan tanpa pemberian hormon sama sekali.

Pada 3 bulan pertama, aku dan teman-temanku hampir saja di buang karena masih berbentuk potongan daun, belum bertumbuh, mulai menghitam dan tampak mati.

Di antara jaringan yang tampak mati tersebut aku adalah sebagian kecil sel yang bertahan hidup 
7 bulan kemudian aku tumbuh dan muncul sebagai gumpalan hijau, kalus yang sangat kecil tapi sangat hidup. Karena itu, aku tak di buang.

Katanya aku adalah simbol perjuangan.
katanya, mungkin ada sesuatu didalam diriku yang membuatku begitu keras kepala untuk bertahan hidup dalam kondisi serba kekurangan.

Setiap kali orang yang menanamku sedang berada dalam titik terendah semangatnya, ia sering memandangiku lama-lama.. Katanya, ia ingin jadi kuat seperti aku 

Ah entahlah, aku tak begitu mengerti, aku kan hanya sebuah kalus.. hehe (^,^)
Yang kutau, aku ingin bertahan hidup dan akan bertahan hidup.
Meskipun aku tumbuh lebih lambat dibanding dengan yang lainnya, aku juga akan menjadi besar  


Sabtu, 29 Maret 2014

Jika Kau (mau) Mengerti :)

#waktu istirahat makan siang
#di sebuah foodcourt di.. hmm,  sebut saja salah satu daerah perkantoran di sebuah kota metropolitan.

A : “Hmmm jadi apa yang kamu lakukan?”

S : “Ya, meneliti, what else?”

A : “selama 7 tahun terakhir?? Selalu? Setiap hari?”

S : “hm hmm”

A : “membosankan bukan? Hah”
#A membenarkan letak dasi, memasukkan satu kotak gula dalam cangkir tehnya.

S : “well I don’t think so
#S tersenyum

A : “haha, kau pasti bercanda”
#A membenarkan letak dasi, bersender pada kursinya sambil menyeruput teh dengan santai

S : ”we made that
#S menunjuk wadah gula

A : “Hah?”

S : “kau tau darimana itu berasal?”

A : “gula? Tebu tentu saja”

S : “ya, tebu.. Saccharum officinarum L.”

A : “so whaat?!”

S : “Ada.. baaaanyak sekali varietas tebu yang berbeda di setiap daerah, setiap negara. Seluruh varietas itu memiliki nilai rendemen gula yang berbeda… ah kadar gula yang berbeda. Jadi tidak semuanya baik digunakan untuk membuat gula”

A : “Ya, I know..”
#A menjawab malas dan pura-pura tahu, mata mengerling ke atas.

S : “ Ya… Maka manusia akan menyeleksinya, hanya yang terbaik yang mereka kembangkan. Sisanya? terlupakan. Jumlahnya akan menurun, dan yang buruk adalah keanekaragaman genetiknya juga akan menurun. Homogen, nyaris homogen. Kau tahu apa artinya? Penyebaran penyakit mudah terjadi, daya adaptasi rendah, survival rate menurun. Dengan kata lain….. kepunahan.

Tugas pertama kami, adalah dengan tidak membiarkan itu terjadi. Plasma nutfah yang ada harus tetap terjaga. Kau tidak akan tahu apa yang akan terjadi ke depan jika kau kehilangannya. Bahkan bentuk plasma nutfah yang mungkin kau anggap tak berguna sekalipun. Atau bahkan kau anggap rumput.

Yang kau jaga adalah makhluk hidup,  A. Mereka akan mati. Maka kau harus mepertahankannya dengan kata lain mengembangbiakkannya. Rejuvenil kau bilang? ya.. semacam itu… setiap varietas harus kau pertahankan. Kau tanam, kau rawat, dan sebelum dia mati kau harus sudah mendapatkan keturunannya untuk kau tanam kau rawat.. dan seterusnya dan seterusnya…

Dan perlu kau ingat. Ada baaanyak varietas tebu. Bukan hanya satu”.

A : “ya, membosankan kubilang”.

S : “No, itu belum selesai. Manusia tidak pernah puas bukan? Mereka juga terus berkembang biak. Maka kebutuhan juga meningkat, dan itu harus diimbangi dengan peningkatan produksi. Untuk tumbuhan seperti tebu, kami melakukannya dengan cara yang lebih singkat… “

A : “singkat? Kau pasti bercanda! bertahun-tahun dalam lab kau sebut singkat??”

S : “ya, jauh lebih singkat dibandingkan dengan persilangan konvensional untuk mendapatkan benih unggul. Kau tidak akan pernah tau apakah persilangan itu akan berhasil atau tidak untuk mendapatkan keturunan dengan sifat yang diharapkan. Dan itu memakan waktu”.

A : “jadi, apa yang kau sebut singkat itu?”

S : “In vitro, kau melakukannya dengan teknik kultur jaringan. Kau tahu? Tidak seperti hewan, tumbuhan bersifat lebih… totipoten. Kau bisa melakukan dediferensiasi dan diferensiasi dengan metode yang lebih mudah”.

A : “Ya, ya, ya… aku tahu, aku tahu. Lalu dari sebuah daun, atau akar, atau batang kau bisa mendapatkan sebuah individu tanaman baru bukan??”

S : “ya, tapi tidak semudah itu. Jika hanya itu, kau hanya membantu mengembangbiakkannya secara vegetatif”.
#S tersenyum

S : “Tugas kami adalah untuk mendapatkan varietas baru yang unggul. Maka yang pertama kami tumbuhkan adalah sekumpulan sel yang bisa kau sebut kalus. Butuh sekitar 3 minggu untuk mendapatkan itu.

Kemudian kalus itu akan kami beri perlakuan yang bisa menyebabkan terjadinya mutasi. Secara fisika, atau kimia. Hmm, tebu apa yang kau inginkan? “

A : “ya, apapun lah. Tebu yang bisa tumbuh di lahan asam mungkin, haha”.

S : “Oke, tebu yang bisa tumbuh pada lahan asam… Kalus tersebut kemudian akan kami kembangkan pada medium dengan kondisi asam.

Maka kau akan mendapatkan ada  bagian kalus yang bertahan hidup setelah perlakuan, ada pula yang mati. Yang bertahan hidup adalah yang kemungkinan besar mengalami mutasi. Tapi kau tidak pernah tau apa yang terjadi, karena mutasi itu terjadi secara acak. Selanjutnya yang kau lakukan adalah memperbanyak kalus itu”.

A : “Aku tidak butuh kalus, aku butuh gula”.

S : “ya, sabar sedikit. Ketika kalus tersebut cukup banyak, kau akan memindahkannya ke medium yang baru. Disana kau lakukan diferensiasi dan pembentukan organ, kau tumbuhkan daun dengan menggunakan zat pengatur tumbuh sepert auk…”

A : “Auksin sitokini, whatever

S : “Benar, auksin dan sitokinin, dimana konsentrasi sitokinin lebih tinggi dibanding auksin. Lalu setelah itu kau tumbuhkan akar”.

A : “dan menjadi sebuah tanaman kecil, dan kau tanam di tanah lalu menjadi gula”.

S : “tidak semudah itu, kau harus mengaklimatisasinya terlebih dahulu, membiasakannya dengan lingkungan baru yang lebih menantang, lalu menyeleksinya hingga kau benar-benar mendapatkan apa yang kau mau dari sepetak tanah asam.. hingga menghasilkan itu”
# S sambil menunjuk wadah gula

A : “hmmmh”
# A merengut bosan

S : “Mungkin apa yang kulakukan, kami lakukan, tampak begitu tak berarti dan hanya buang-buang waktu bagimu, bagi sebagian besar mereka yang ada di luar sana. Adakalanya pada saat-saat tertentu itu terasa menyakitkan dan menyedihkan bagi kami. Tapi percayalah, kami ada di belakang layar perjuangan untuk mempertahankan kehidupan Homo sapiens, spesies dengan rasio otak besar dan ego yang tak kalah besarnya.

Terkadang, kami sendiri tak bisa merasakan manfaat dari apa yang kami kerjakan dengan mempertaruhkan waktu hidup kami. Karena jika kau tahu, makhluk hidup adalah sebentuk misteri tak berujung, hanya sebagian kecil dari sebagian kecil kepingan saja yang sanggup seorang peneliti genggam. Tapi aku yakin, ketika kepingan demi kepingan mulai bersatu membentuk sebuah gambar, keturunan kitalah yang akan merasakannya. Seperti gula yang kau nikmati itu… jika kau mengerti”

#S tersenyum sambil membayangkan ratusan generasi peneliti ke belakang yang mempertaruhkan waktu hidupnya hanya untuk “sekedar” berkutat dengan tebu, gula dan segala hal tentang in vitro.

# A masih diam mencerna sambil menyeruput tehnya yang terasa manis.

Jika kau (mau) mengerti kami.. :)

Senin, 14 Oktober 2013

Kultur Jaringan Edisi 1_Kenapa kulturku konta teruuuuuussss???

Biasanya aku menghabiskan waktu 5 jam untuk inisiasi, 2 jam untuk autoklaf dan 3 jam untuk membuat media + mempersiapkan alat-alat. 
Setelah inisiasi dan menunggu selama minimal 3-7 hari, rasanya sedih ketika melihat bakteri dan jamur sesukanya tumbuh dalam botol kultur… (='_'=)


Kulturku yang terkontaminasi jamur, unyu tapi sedih (foto : kaChang, 2013)

Membuat kultur aseptik sebenarnya bukan sesuatu yang sulit, hanya saja terkadang ada beberapa kecerobohan dan hal-hal kecil yang sering terlupakan. Sayangnya, kecerobohan dan hal-hal kecil itu bisa menjadi penentu apakah rangkaian pekerjaan yang sudah dilakukan  menjadi sia-sia atau tidak.

Berikut beberapa poin terkait meminimalisir kontaminasi yang bisa kushare berdasarkan pengalaman terbatasku selama ini. Karena berdasarkan pengalaman, tidak semuanya ilmiah dan merujuk pada literatur ilmiah.. hehe tapi semoga bermanfaat yaa terutama buat yang baru mempelajari teknik kultur jaringan tumbuhan :D

1.      Eksplan 
Syarat mutlak dari eksplan adalah sehat. Maksudnya sehat secara morfologi serta bebas dari hama dan penyakit, artinya bebas dari serangga dan patogen. Satu hal yang perlu kita ingat baik-baik, proses sterilisasi yang kita lakukan hanyalah sterilisasi permukaan. Sterilisasi itu tidak akan ada artinya jika eksplan yang kita gunakan sudah terkena hama  atau terinfeksi patogen (pada jaringan pembuluh atau korteks).
  
Aphid feeding :) (sumber : Campbell et al., 2009)

Serangga seperti Aphid atau kutu daun biasanya mendapatkan makanan dengan “menyedot” cairan floem, analoginya seperti nyamuk yang meminum darah kita. Ada luka tak kasat mata pada daun yang mereka buat setiapkali mereka makan. Pada luka kecil tersebut bisa saja terdapat spora jamur atau bakteri yang tidak dapat dibersihkan ketika sterilisasi, sekalipun kita sudah menambahkan surfaktan dalam agen sterilan kita. Hati-hati dalam memilih eksplan, gunakan bagian tumbuhan lain yang tidak terserang hama, atau karantina tumbuhan dengan memotong bagian-bagian yang sudah terkena hama dan biarkan mereka memperbaiki diri dengan sehat  :D. 

Lain halnya dengan patogen. Saranku, ada baiknya lupakan saja tanaman yang sudah terserang patogen apalagi jika patogen tersebut menyebar melalui jaringan pembuluh... hehehe.

Daun tebu yang diduga terinfeksi Xanthomonas albilineans, dicirikan dengan garis kuning sejajar pembuluh
(Foto : Iskandar, 2011)

Berdasarkan pengalamanku ketika bekerja dengan tanaman tebu (Saccharum officinarum) ketika salah satu bagian tanaman terserang patogen ada kemungkinan seluruh bagian tanaman berpotensi terinfeksi. Lebih baik cari tanaman lain yang masih sehat, kecuali jika yang akan diisolasi sebagai eksplan adalah bagian meristematiknya misalkan : shoot tip. Bagian ini steril dari patogen, karena terdiri dari jaringan yang belum berdiferensiasi dan membelah dengan cepat.

Skema iseng isolasi mata tunas tebu.. hihihi (Iskandar, 2011)

Selain patogen, bakteri endogen juga seringkali menjadi masalah. Tidak semua bakteri endogen adalah patogen, secara alami beberapa tumbuhan bersimbiosis mutualisme dengan bakteri untuk hidup atau menghasilkan senyawa tertentu. Namun ketika dilakukan kultur in vitro, bakteri endogen yang memiliki siklus hidup singkat akan berkembang jauh lebih cepat dibanding sel-sel tumbuhan itu sendiri. Akibatnya akan terjadi persaingan dalam mendapatkan nutrisi, atau bakteri yang overgrowth tersebut mengeluarkan senyawa-senyawa tertentu yang dapat menghambat pertumbuhan eksplan. Tentunya hal tersebut tidak kita harapkan.

Salah satu cara ekstrim yang mungkin bisa dilakukan adalah penambahan antibiotik ke dalam media atau penambahan disinfektan seperti kloroks komersil dengan konsentrasi rendah (<1%). Mengapa kusebut ekstrim? Ada kemungkinan antibiotik maupun kloroks akan direspon sebagai cekaman oleh eksplan kita. Akibatnya eksplan sulit tumbuh atau bahkan terjadi perubahan ekspresi gen.. (^_^’)

2.      Agen sterilan
Pemilihan dan penggunaan agen sterilan merupakan salah satu hal yang perlu dioptimasi dan terkadang memakan waktu lama. Berkiblat pada jurnal saja terkadang tidak cukup... karena sekalipun spesies tumbuhan yang digunakan sama, bisa jadi lingkungan tumbuhnya berbeda. Daaan jangan lupa... kita hidup di negara tropis, surganya mikroorganisme :).

Biasanya aku menggunakan antibiotik, kloroks komersil (mengandung NaClO 5,25%), surfaktan (tween20), alkohol atau proses pembakaran untuk sterilisasi, tergantung tanaman (dan bagian tanaman) yang digunakan sebagai eksplan. Tapi belakangan ini aku hanya menggunakan kloroks dan Tween20 saja karena lebih murah (kloroks-nya) dan lebih efektif.

Penggunaan antibiotik dapat dilakukan untuk eksplan tertentu seperti akar, rhizome maupun seluruh bagian tumbuhan yang letaknya rentan dengan sumber kontaminasi misalkan tanah. Tidak perlu menggunakan senyawa aktif murni yang harganya mahal, kita bisa menggunakan antibiotik komersil yang biasa digunakan oleh petani untuk sterilisasi di luar laminar (misal Agrept yang mengandung senyawa aktif streptomycin sulfat 20%). Adakalanya agen sterilan toksik seperti HgCl digunakan jika kontaminan terlalu banyak atau sulit dibasmi.

Untuk eksplan yang tidak terlalu “kotor”, perendaman eksplan dengan alkohol 96% dilanjutkan dengan pembakaran singkat sudah cukup untuk membuatnya steril (foto : Iskandar, 2011)


Dibandingkan dengan penggunaan larutan kloroks konsentrasi tinggi, aku lebih memilih menggunakan larutan seri untuk sterilisasi. Misal : untuk sterilisasi eksplan daun Tapak dara (Catharanthus roseus), aku lebih memilih mengencerkan kloroks komersil dengan konsentrasi 20% + tween20 selama 20 menit dilanjutkan dengan perendaman dalam kloroks 10% selama 15 menit... dibandingkan menggunakan kloroks 50% selama 5 menit. Cara ini lebih efisien dan tidak terlalu merusak jaringan eksplan sekalipun pengerjaannya lebih lama. Kombinasi alkohol 70% dan kloroks tidak lagi kugunakan karena jaringan pada eksplan lebih mudah rusak selama proses steriliasi akibatnya pertumbuhan eksplan menjadi lambat.

3.      Teknik kultur
Pada dasarnya setiap orang memiliki gayanya sendiri ketika bekerja dalam laminar, tidak ada ketentuan baku di mana seharunya kuletakkan botol media, dimana kuletakkan cawan petri, dimana kuletakkan bunsen, dimana kuletakkan botol alkohol, bagaimana caraku memegang botol kultur atau pinset. Semuanya akan mudah dan efisien ketika dikerjakan senyaman mungkin kan? Apalagi pekerjaan di laminar menghabiskan waktu berjam-jam.

Biasanya aku menggunakan plastik atau alumunium foil untuk menutup botol kultur. Dalam proses pengerjaan, minimalkan kontak antara jari tangan dengan mulut botol sekalipun kita menggunakan gloves. Manfaatkan pinset untuk membuka, menyimpan dan memegang tutup plastik/alumunium foil untuk meminimalisir kontaminasi dari mikroflora kulit kita :).

4.      Pakaian
Ini dia hal kecil yang sering kita lupakan, biasanya kita menggunakan jas lab ketika bekerja di laminar bukan? Nah… seberapa sering kita mencuci jas lab kita?

Sejujurnya aku hanya mencuci jas lab ketika bagian tangannya sudah tampak kotor, itu bisa berarti satu bulan sekali.. hahaha. Intinya, rajin-rajin mencuci jas lab, kita tak tahu berapa banyak spora dari debu yang menempel di bagian lengan jas lab kita setelah tak di cuci sekian lama (setahun kebelakang aku tidak lagi menggunakan jas lab ketika bekerja di laminar. Baju yang kupakai sehari-hari lebih bersih karena baru kucuci).

Jangan lupa, alangkah baiknya menggunakan gloves dan masker :D

5.      Berdoa dan percaya diri
Poin ini kuletakkan terakhir, supaya diingat karena dibaca paling terakhir.. hehe
Awali segala sesuatunya dengan berdoa termasuk ketika melakukan pekerjaan lab. Berurusan dengan makhluk hidup memang tidak mudah, adakalanya pekerjaan terhambat karena mereka enggan tumbuh, kontaminasi, atau bahkan mati. Mintalah kemudahan dan hasil terbaik pada Yang Maha Berkehendak. Setelah berikhtiar dan berdoa, pasrahkan segala sesuatu padaNya. InshaaAllah semangat kita tak akan pernah bernar-benar jatuh sekalipun pekerjaan kita terhambat dan gagal.. karena kita yakin apapun itu adalah jalan terbaik dariNya.. jangan menyerah, jangan lelah mencoba :D

Lakukan segala sesuatunya dengan percaya diri, mindset positif akan secara tidak sadar menggerakkan fisik dengan performa lebih baik.
  
Semangat in vitro! InshaaAllah bisa! \(^,^)/


<3 <3 <3


Nisa Nur Iskandar
Kelompok Keahlian Sains dan Bioteknologi Tumbuhan
Sarjana Biologi, Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati ITB 2009
Magister Bioteknologi, Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati ITB 2013