Halaman

Rabu, 15 Januari 2014

Manusia Lemah (?)

Selasa sore kemarin, dengan randomnya Destry ngajak makan di Toki Poki. Akhirnya ba’da ashar, kami pergi dengan hanya mengandalkan goo*l* map yang ternyata tidak akurat. Katanya tempat itu tepat berada di samping McD, sehingga kami memutuskan berhenti naik angkot di situ. Ternyata yang ada di samping McD itu hanya gedung PLN, tak ada tanda-tanda, maupun ruang tersembunyi yang mengindikasikan keberadaan Toki Poki #HIKS…

Akibatnya kami harus menyusuri sepanjang jalan mulai dari simpang Dago sampai setelah Borma demi bisa mencicipi makanan Korea (harga mahasiswa) itu. Setelah dengan teliti mengamati kiri-kanan, akhirnya kami menemukan Toki Poki yang bertempat di Jl. Hj. Juanda no.343 #horeee.
Bannernya sih masih tertempel di bangunan rumah makannya, tapi ternyata Toki Pokinya sudah lama tutuuuuuup saudara-saudara #HIKSlagi.

Singkat cerita (karena Destry tak mau rugi) kami memutuskan untuk tetap membeli makanan di sekitar situ dan akhirnya memilih makan di Yomart Fast (?) hingga hari gelap dan turun hujan. Saat pulang -seperti wisata kuliner random sebelum-sebelumnya- kami terlibat perbincangan menarik.
Perbincangan kami sepanjang perjalanan menuju kosan itu mengingatkanku dengan perkataan Bunda yang agak menghawatirkan namun ternyata sudah terjadi.

Bunda pernah bilang,
Suatu hari nanti akan datang saat dimana
Seorang laki-laki tidak lagi akrab dengan perkakasnya
Tak mampu mengerjakan pekerjaan ringan seperti membuat rangkaian listrik sederhana, memperbaiki genteng yang bocor, lantai keramik yang rusak, mengganti keran, memperbaiki engsel pintu, menyolder atau bahkan sekedar menggergaji kayu, membuka pembungkus kabel atau memasang regulator gas.
Dan perempuan tidak lagi akrab dengan dapurnya
Kemampuan memasak itu akan semakin berkurang dari generasi ke generasi , bahkan mereka tak mampu lagi membedakan antara ketumbar dan merica, antara lengkuas, jahe, kencur dan kunyit, antara cabai rawit dengan cabai tanjung, beras dan beras ketan.

Dosen evolusi dan biokonservasiku juga pernah berkata : “dari waktu ke waktu, standar kehidupan manusia semakin tinggi dan keadaan tersebut tidak dapat dikembalikan, tidak pula dapat dicegah. Itulah mengapa semakin hari, sumberdaya alam yang kita gunakan semakin meningkat jumlahnya, ini bukan semata-mata karena populasi manusia semakin meningkat, tetapi juga karena tuntutan standar kehidupan manusia tersebut”.

Kalau dipikir-pikir, mungkin ada korelasinya antara perkataan dosenku dengan perkataan Bunda. Peningkatan standar kehidupan berarti kondisi bagi manusia untuk hidup semakin nyaman (bahkan terlalu nyaman) dan vice versa!

Segalanya serba instan dan serba mudah. Sampai akhirnya manusia akan kehilangan kemampuannya sedikit-demi sedikit. Kemampuan dasarnya untuk bertahan, menganalisa dan melakukan aksi ketika dihadapkan dengan situasi tertentu : untuk bertahan hidup. Dengan kata lain, semakin lama manusia semakin lemah dan manja (?). Fenomena tersebut memang nyatanya sudah terjadi, terutama pada mereka yang dibesarkan dengan lingkungan serba ada, serba nyaman dan serba terfasilitasi.

Kalau… kondisi kehidupan dikembalikan ke 2000 tahun yang lalu, sebagian besar manusia sekarang mungkin akan kesulitan bertahan hidup ya..

Hmm mungkin itu terlalu jauh, tak perlu jauh-jauh, mari kembali ke kehidupan kita sekarang. Kata Ayah roda kehidupan terus berputar, mungkin sekarang kita makmur sejahtera, tapi besok lusa siapa yang tahu. Kalau seandainya nanti kita terjatuh pada titik rendah kehidupan, lepas dari zona nyaman, ketika suatu hari nanti kita dihadapkan pada keadaan yang mengharuskan kita mengganti genteng sendiri, memasak sendiri, memperbaiki lantai yang rusak sendiri, memperbaiki rangkaian listrik sendiri, menanak nasi sendiri tanpa ricecooker, kompor dan gas tapi dengan kayu bakar akankah kita mampu melakukannya?
Apakah generasi setelah kita masih mampu melakukannya?

Jangan-jangan, karena Allah member kita kecukupan dalam hidup, terus kita lupa untuk belajar dan waspada “bagaimana jika nantinya nikmat yang pernah Allah titipkan ini diambil? Dan aku harus bertahan hidup dengan kedua kaki dan tanganku sendiri?”
Kita lupa untuk membekali diri kita sendiri, dan tanpa sadar kita akan menurunkan generasi-generasi yang lemah dan manja, yang apa-apa “tinggal panggil tukang” bahkan untuk hal remeh-temeh dalam kehidupan sehari-hari.

Semoga nggak ya… J

Ayo kita belajar (survive) sama-sama, memperkaya diri dengan kemampuan untuk menghadapi hidup :D
#memotivasidiri #semangatsemangat!!
  
image source : www.sodahead.com



p.s : bagi yang tau tempat jualan makanan Korea dengan harga terjangkau, bisa kasih tau Destry, kasian Destrynya :') (padahal sendirinya pengen)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar