Halaman

Minggu, 08 September 2013

Inilah Akhirnya

Inilah akhirnya harus ku akhiri
Sebelum rasa itu semakin dalam
Maafkan diriku, memilih setia
Meski ku tak tahu kelak
Siapakah dirinya..


Perkembangan afektif yang terlambat mungkin berdampak pada “ketidakpekaan” terutama dalam hal yang berkaitan dengan perasaan terhadap lawan jenis. Sampai seorang teman (laki-laki pula) pernah berkata “lain kali, ketika ada seorang laki-laki yang menaruh perhatian, tolong jangan di cuekin”.

Cinta atau sayang adalah kata-kata abstrak yang sulit di definisikan dengan serangkaian kalimat. Butuh waktu bertahun-tahun sampai akhirnya aku menyadari hal itu, dan ternyata rasanya tidak mengenakkan. Perasaan sayang atau cinta yang menurut sebagian besar orang adalah fitrah-dari-Yang-Maha-Kuasa ternyata justru terasa menyakitkan dan membuat tidak nyaman, ketika ditujukan pada orang yang belum hak. Dan ketika dikuasai oleh perasaan seperti itu, diriku berada pada titik jahiliyah, bersikap labil, dan… sangat memalukan.

Selain perasaan berdosa pada Sang Pencipta, ada perasaan bersalah pada subjek-entah-dimana yang dengan husnudzonnya aku yakin ia sedang menjaga sekuat tenagaa kesucian hatinya hingga kami di pertemukan kelak. Nah, layakkah kiranya jika ia mempersembahkan hatinya yang bersih untukku ketika hatiku sudah pernah terkotori dengan perasaanku untuk orang lain selain ia?

Terkadang aku bertanya, mengapa Ia tidak langsung saja mempertemukanku dengannya sehingga cukup sekali saja aku dibuat jatuh cinta oleh seseorang, sekali untuk selamanya?.

Tidak ada pertemuan yang kebetulan... tidak ada! Karena skenarioNya begitu sempurna. Mungkin saja Ia ingin aku belajar, dan mungkin saja rasa itu ujian. Ujian sulit (saaangat sulit) yang diberikan untuk menguji keteguhan hatiku, seberapa jauh aku bisa menjaganya nan memanagenya. Atau ujian yang diberikan agar aku bisa memaknai sendiri dan menghargai bentuk perasaan itu.

Sains memang bisa menjelaskan bahwa cinta adalah konsekuensi dari meningkatnya oksitosin, dopamin, dan vasopressin dalam otak. Tapi sains tidak mampu menjelaskan dengan pasti mengapa senyawa-senyawa itu meningkat konsentrasinya ketika dihadapkan dengan subjek yang sarat dengan kekurangan dan kelebihan yang dimilikinya. Ya, aku rasa.. cinta memang fitrah-dari-Yang-Maha-Kuasa maka dari itu ia harus di jaga.

Seringkali aku bersyukur menjadi manusia tak peka. Cukup kiranya aku pernah mengetahui rasa itu. Kini aku sedang berusaha dan belajar untuk menghargai dan menjaganya, tak sembarangan membiarkannya menguasai hatiku meski kuakui itu sama sekali tak mudah... Menunggu seseorang-entah-siapa yang dapat membuat denyut nadiku meningkat dan pupilku berdilatasi hanya dengan berada di dekatnya. Dengan halal dan tanpa rasa bersalah tentunya.. :)





Tidak ada komentar:

Posting Komentar