Malam ini langit begitu gelap dan mendung..
Karena awan tak bersahabat, aku tak bisa memandangi gagahnya
Scorpion atau mengintip Betelgeuse di sabuk Orion dari jendela kamarku… sayang
sekali..
Seperti malam-malam liburan sebelumnya aku termenung menatap
langit di balik jendela.. Pikiranku lari kesana kemari. Mencari ruang dalam
tempurung kepala yang sempit.
Kali ini ia berlari menuju sebuah objek..
ulekan..
Ya, ulekan, coet, c-o-e-t, mutu, mortar dan pestle (purba)
apapun sebutannya untuk sepasang batu itu.
Benda yang setia menemani 21 tahun berjalannya keluarga
kecilku. Benda yang sudah genap berusia 60 tahun. Diwariskan oleh nenek segera
setelah ayah menikah (karena khawatir anaknya nggak bisa makan pake sambel
Padang dan rendang di tanah perantauan hehe).
Benda itu selalu berada di salah satu sudut dapur. Nyaris
tak pernah bersih karena digunakan lebih dari dua kali setiap hari. Memang bukan benda yang mewah (sama sekali), tapi tanpa itu
aku nggak punya kepercayaan diri untuk memasak. Meskipun sekarang (dari dulu juga
udah) ada yang namanya blender, tetep aja mencacah dan menumbuk adalah dua hal
yang berbeda..
Ketika aku berumah tangga nanti (kapan??), benda itu yang
akan kucari duluan dibandingkan happ*ca** atau barang-barang semacamnya.. haha
:D
Ulekan dan bawang-bawangnya :D
Mungkin orang akan berpikir bahwa benda itu bukan benda yang
penting untuk dibicarakan, apalagi sampai dibuat tulisan di blog macam ini
(kecuali oleh orang yang nggak ada kerjaan macam aku :p).
Tapi tahukah, ulekan itu memegang peranan penting dalam sejarah kemerdekaan Negara Indonesia??!
#serius dan penting
Ketika itu, Soekarno muda yang masih berstatus sebagai
mahasiswa di Technische Hogeschool (Institut Teknologi Bandung) merasa
jatuh cinta pada Inggit Garnasih (Ibu kos Soekarno) yang usianya terpaut 13
tahun lebih tua. Gayung bersambut, Inggit yang
saat itu telah berstatus sebagai istri dari Sanusi, juga terpikat pada pembawaan
Soekarno yang cerdas dan menyenangkan.
Atas restu dari suaminya, Inggit diceraikan
dengan syarat.
“kau kuceraikan, asalkan kau menikah dengan Soekarno. Jika ada
sesuatu yang terjadi, kau boleh kembali padaku”.
Sanusi menyadari bahwa Soekarno akan
menjadi seorang yang besar. Untuk itu, Soekarno muda membutuhkan
seorang pembimbing yang tiada lain adalah Inggit Garnasih.
Sebagai seorang istri yang berbakti, Inggit membantu
suaminya mencari nafkah dengan berjualan jamu dan bedak yang beliau racik
sendiri (menggunakan ulekan :) ). Uang yang dihasilkan digunakan untuk membiayai hidup, sekolah Soekarno
dan pergerakan beliau membangun kemerdekaan Indonesia (nah, penting kan perannya).
Perjuangan Inggit Garnasih tidak hanya sebatas materi. Beliau
yang tulus memberi, mengangkat jiwa Soekarno ketika hampir jatuh menyerah. Beliau yang rela
berjalan kaki berkilo-kilo meter dari rumahnya (Sekarang Jl. Inggit Garnasih atau Jl. Ciateul) menuju
penjara Sukamiskin untuk mengantarkan buku-buku dan berita-berita pergerakan
pada Soekarno.
Bahkan ketika Soekarno tidak mampu melaksanakan tugasnya
mencari nafkah (saat diasingkan), Inggit Garnasih tetap bekerja keras membuat
jamu dan bedak untuk membiayai hidup mereka dan anak angkat mereka, Ratna Juami.
Inggit dan Soekarno
(image source : zona-kita.com)
Inggit Garnasih adalah jiwa bagi Soekarno. Ia memenuhi
seluruh kebutuhan Soekarno, sebagai istri dan sebagai teman perjuangan. Menemaninya
kemanapun Soekarno pergi, bahkan ketika berkali-kali diasingkan oleh penjajah.
"Dengan kekuatan tangan lembut Inggit, Soekarno muda menjadi sosok Proklamator luar biasa yang kita kenal. Yang namanya akan selalu tertulis di buku-buku paket sebagai presiden pertama, pejuang kemerdekaan Indonesia".
"Dengan kekuatan tangan lembut Inggit, Soekarno muda menjadi sosok Proklamator luar biasa yang kita kenal. Yang namanya akan selalu tertulis di buku-buku paket sebagai presiden pertama, pejuang kemerdekaan Indonesia".
Sayangnya, Allah tidak pernah menakdirkan Inggit untuk
memiliki keturunan. Hal itu yang menjadi penyebab guncangnya rumah tangga
mereka..
“Saat itu Soekarno adalah seorang pria dewasa yang sangat
ingin memiliki keturunan. Presiden pertama kita itu seorang Cassanova yang
serius mencintai banyak wanita”.
Dalam pengasingan di Bengkulu, Soekarno dan Inggit
mengangkat Fatmawati sebagai anak untuk menemani Ratna Juami bersekolah. Fatmawati
yang saat itu masih muda, ternyata menarik perhatian Soekarno dalam usianya yang matang. Didasari keinginan
untuk memiliki keturunan, Soekarno meminta izin pada Inggit untuk menikahi Fatmawati.
Pantang bagi Inggit untuk dimadu!
Dengan berat hati beliau meminta diceraikan dan memutuskan kembali ke Bandung, ke rumahnya. Melanjutkan hidup dengan sederhana, berjualan jamu dan bedak yang diraciknya sendiri.
Dengan berat hati beliau meminta diceraikan dan memutuskan kembali ke Bandung, ke rumahnya. Melanjutkan hidup dengan sederhana, berjualan jamu dan bedak yang diraciknya sendiri.
Seperti yang kita semua tahu -17 Agustus 1945, di sisi
lain Indonesia- Fatmawati berdiri disamping Soekarno sebagai Ibu Negara
pertama, penjahit bendera Indonesia. Dan seperti yang Soekarno
harapkan, mereka dikaruniai banyak keturunan yang namanya bisa kita lihat di
layar televisi hingga saat ini…
Sampai akhir hayat menjemput Soekarno, Inggit Garnasih masih
mencintainya dengan tulus, tanpa pamrih, dengan sepenuh hati..
“Engkus.. geningan Engkus the miheulaan.. ku Inggit di
doakeun”.
Dengan linangan air mata, tubuh rentanya menatap Soekarno yang terbujur kaku dalam peti mati..
Dengan linangan air mata, tubuh rentanya menatap Soekarno yang terbujur kaku dalam peti mati..
mendahuluinya pergi untuk selamanya..
Itulah cinta sejati, cinta seorang Inggit Garnasih pada
Soekarno..
“Engkus.. geningan Engkus the miheulaan.. ku Inggit di doakeun”.
(image source : bandunginstyle.blogspot.com)
Setiap kisah pasti memiliki versi yang berbeda. Tapi sebagai
pemuda Indonesia (apalagi mahasiswa), tak ada salahnya mengunjungi sejarah dan
merekonstruksinya dengan pikiran kita sendiri.
Cerita diatas dituturkan dengan senang hati oleh Bapak Tito
Z.A, cucu Soekarno, anak dari Ibu Ratna Juami. Beliau sangat menghargai siapapun
yang bersedia mencari kisah dibalik sejarah. Beliau akan sangat bahagia
jika nama Inggit Garnasih dikenal dan dikenang oleh anak bangsa ini. Karena bagi
beliau, sosok Soekarno tidak akan pernah ada tanpa seorang Inggit. Sayangnya, seingatku kisah Inggit tidak pernah terpublish di buku-buku paket sejarah karena sudah
dijejali dengan kepentingan politik (?).
Kisah Ibu Inggit baru mencuat ketika Bapak Tito melakukan gertak
sambal. Sebagai ahli waris, beliau “mengumumkan” bahwa surat nikah dan surat
cerai asli Soekarno-Inggit akan dilepas pada pemerintah Belanda yang telah
menawar masing-masing surat dengan harga 2 Milyar. Bagi pemerintah Belanda,
Soekarno merupakan sosok yang luar biasa. Surat-surat asli dan barang-barang
peninggalan Soekarno-Inggit merupakan aset sejarah, bukti nyata yang tak
ternilai.
Miris ya..
(image source : photo.goodreads.com)
Kisah manis Ibu Inggit terekam dalam buku lama “Kuantar Kau
ke Gerbang” karya Ramadhan K.H (kini dicetak ulang). Sementara benda-benda
peninggalan Ibu Inggit Garnasih bisa diliat di museum Inggit Garnasih Jl.
Inggit Garnasih (Ciateul) No.8 Bandung. Sangat terjangkau oleh kaki kita kan?
Museum Inggit Garnasih (model : Tafta, foto : Maisarah, 2011) |
replika benda peninggalan Ibu Inggit di museum Inggit Garnasih (foto: Maisarah, 2011) |
Tapi yang ada disana itu hanya replikanya..
Kalau ingin melihat benda yang asli, kita bisa mengunjungi
rumah Bapak Tito (lupa alamatnya, di daerah Kopo, Bandung). Sebelumnya.. hubungi
dulu beliau, nomor handphonnya tercantum di buku tamu Museum Inggit Garnasih :)
Mendengarkan kisah di rumah Bapak Tito (model : Inayah dan Ridha, foto : Maisarah, 2011)
Di sana kita akan disambut dengan senang hati dan akan
ditunjukkan benda-benda peninggalan ASLI milik Soekarno dan Ibu Inggit (surat
pernikahan dan perceraian Soekarno dengan Inggit Garnasih, meja belajar dan
buku-buku Soekarno ketika masih ngekos, tempat tidur, ulekannya Ibu Inggit) boleh dipegang-pegang juga loh! :D
Coba cerna dengan hati, mata dan telinga.. Sungguh kunjungan
sejarah yang luar biasa!!
Thanks Sugi dan teman-teman KKNT Sukalaksana atas tour sejarah yang tak
terlupakan J
Wah asik banget nisaaaaaa
BalasHapusterharu sama cobek
:')
hehehe
btw kayaknya kmrn2 baru aja deh lewat jalan ciateul. pas kemana ya lupa. hehe
BalasHapuspantes aja nama jalannya ada inggit nya juga
kupikir itu siapa.
waah makasi niis, jadi tauu
iya mungkin namanya berubah waktu rumah bersejarah Inggit Garnasih dipugar :D
BalasHapussayang, bentuk asli rumahnya nggak dipertahankan.. setelah dipugar bentuknya kayak rumah minimalis modern..
barang-barangnya juga dibawa ke rumah Pak Tito :)
Ibu Inggit Ganarsih...seorang yang Luar Biasa dalam ketulusan,pengabdian tanpa Pamrih,setia dan mempunyai Cinta yang Sejati.....Dari Ibu Bangsa inilah harusnya kita ..ya kita generasi penerus dapat mengambil hikmah pengabdiannya...Setia sampai akhir....Memang Ibu ini tidak memegang KUNCI KEMERDEKAAN....tapi ingatlah Beliaulah yang mau dan bersedia menopang,mengiringi,mengangkat Bapak Bangsa kita untuk sampai MEMBUKA PINTU GERBANG dengan meski sampai di depan Pintu itu....Dari kebesaran Hati seorang yang bernama Ibu Inggit Ganarsih.....
BalasHapus