Semangat pagi! kali ini aku ingin
menuliskan beberapa pertanyaan yang seringkali diajukan orang-orang padaku
mengenai program fasttrack. Tulisan ini kubuat berdasarkan pengalamanku
mengambil program fasttrack di SITH ITB (Sekolah Ilmu dan Teknologi, Institut
Teknologi Bandung). Karena setiap fakultas biasanya memiliki kebijakan syarat
dan teknis yang berbeda, tulisanku ini mungkin hanya bisa memberikan gambaran
umum mengenai fasttrack serta suka dan duka ketika menjalaninya #curhat
Apa sih fasttrack itu?
Fasttrack adalah sebuah
program percepatan dimana S1 dan S2 dapat di tempuh sekaligus dalam waktu 5
tahun.
Cara dan syarat pendaftarannya?
Cara daftarnya mudah,
waktu 2011 lalu aku dan kawan-kawan hanya tinggal mengisi formulir
keikutsertaan program fasttrack yang bisa diambil di Tata Usaha pada
akhir semester 6 (sekarang bisa mendaftar mulai semester 5).
Untuk bisa mendaftarkan
diri, ada beberapa syarat akademik yang harus dipenuhi oleh mahasiswa, beberapa
diantaranya : IPK saat mendaftar minimal 3.25, nilai mata kuliah minimal C, tidak
pernah mengulang mata kuliah wajib dan tidak memiliki kasus akademik. Cara
pendaftaran dan persyaratan tersebut dapat berbeda-beda di setiap fakultas dan
sewaktu-waktu dapat berubah.
Apakah ada proses
seleksi ketika mendaftar?
Asalkan memenuhi
persyaratan seperti yang disebutkan di atas, tidak ada proses seleksi lagi
ketika mendaftarkan diri menjadi mahasiswa program fasttrack (mungkin karena
yang mendaftar biasanya hanya sedikit, sementara kuota yang tersedia masih
banyak). Seleksi justru berlangsung selama mahasiswa menjalani program
fasttrack (dijelaskan di bawah).
Kuliahnya bayar atau
gratis?
Sejauh ini seluruh
mahasiswa yang mengikuti program fasttrack bisa dipastikan kuliah S2 gratis
karena kuota beasiswanya berlimpah (terutama Beasiswa Unggulan Fasttrack dari
BPKLN DIKTI) #cmiiw, teman-teman fasttrack angkatanku dan angkatan sebelumnya
di SITH, seluruhnya mendapatkan beasiswa (kecuali bagi yang menolak diberi).
Kalau nggak BU Fasttrack
dari BPKLN DIKTI biasanya dapet beasiswa Voucher atau beasiswa Fresh
Graduate. Untuk mendapatkan beasiswa tersebut ada proses seleksinya
masing-masing, mulai dari seleksi administrasi sampai seleksi wawancara.
Terkadang informasi
mengenai beasiswa tersebut datang dengan simpang siur dan tidak jelas kapan
waktunya. Jadi anak-anak fasttrack harus inisiatif, sering-sering berkoordinasi
dengan Ketua Program Studi (S1 dan S2) serta Pegawai Tata Usahanya
masing-masing.
Gimana teknis
pelaksanaan fasttracknya?
Sambil menuntaskan
kewajiban sks S1 dan mengerjakan TA, mahasiswa yang mengikuti program fasttrack
harus mulai mencicil sks S2-nya di semester 7 dan semester 8 (masing-masing 6
sks). Sehingga ketika lulus S1, mahasiswa setidaknya sudah mengantongi 12 sks
S2.
IPK mata kuliah S2 yang
diambil harus >3,5 dan nilai yang didapatkan minimal B. Mahasiswa harus bisa
memenuhi syarat akademik ini.
Mahasiswa harus
menyelesaikan TA S1 tepat waktu dan di wisuda pada bulan Juli atau
selambat-lambatnya Oktober (sangat tidak disarankan karena urusan birokrasinya
ribet).
Selanjutnya mahasiswa
akan mendapatkan NIM S2 nya dan menuntaskan sisa sks S2 (±24 sks lagi)
sekaligus menyelesaikan Thesisnya dalam waktu satu tahun.
Nah, tiga poin terakhir
di atas itu yang kumaksud dengan seleksi selama mahasiswa menjalani program
fasttrack... Mahasiswa bisa mengundurkan diri atau memilih jalur reguler jika
ternyata selama keberjalanan, tidak dapat memenuhi hal-hal di atas.
Apa yang harus disiapin
waktu memilih fasttrack?
SKS dan Nilai Akademik
Mulai dari semester 1-6
Alangkah baiknya ketika mahasiswa berniat akan mengambil program
fasttrack, ia sudah mulai mengambil banyak sks s1 si semester 1-6 nya.
Seperti yang udah kutulis di atas, pada semester 7 dan 8 mahasiswa harus mulai mencicil mata kuliah S2 sebanyak 6 sks persemester. Jika jumlah sks S1 yang diambil pada semester 1-6 baru sedikit, akan sulit memenuhi syarat kelulusan (untuk lulus S1 minimal harus sudah menuntaskan 144 sks). Perlu diingat, saat masih berstatus mahasiswa S1, maksimal kita hanya bisa mengambil 24 sks persemester. Nah, mengambil 24 sks di semester 7 dan 8 pun sepertinya mustahil dilakukan karena sambil kuliah kita juga harus menuntaskan TA.
Selain memperhatikan jumlah sks, mahasiswa juga harus bisa mempertahankan nilai dan IPK.
Perencanaan dan
Manajemen waktu penelitian
“Hofstadter's Law” is that things will always takes longer than you expect, even when you take into account Hofstadter's Law" (which is that things will always takes longer than you expect, even when you take into account Hofstadter's Law).
Perencanaan dan
manajemen waktu menjadi sangat perlu. Seperti yang sudah kuceritakan sebelumnya
baik kuliah maupun TA dan thesis semuanya harus dikerjakan dengan baik dan tepat
waktu. Kita harus bisa merencanakan apa
saja yang harus kita kerjakan dan kapan pekerjaan tersebut harus kita mulai.
Ingat, penelitian harus
bisa kita selesaikan masing-masing selama satu tahun. Ketika selesai KP (kerja
praktek) di semester 6 lalu, aku nggak liburan lagi. Waktu yang ada langsung
kugunakan untuk mempersiapkan dan memulai TA (karena TAku kultur jaringan dan
memakan waktu yang cukup lama). Demikian juga ketika akan dan setelah
wisuda S1, nggak ada waktu untuk ber-euforia lama-lama karena pekerjaan yang
ada di depan mata harus mulai dicicil.
Sebelumnya aku pernah
menjadi asisten Proyek Tumbuhan di tingkat 3 dan KP di BIOGEN dengan
spesialisasi kultur jaringan. Kesempatan-kesempatan itu kujadikan sarana untuk
meningkatkan kemampuanku. Sehingga ketika benar-benar memulai TA, aku sudah
cukup terbiasa dengan peralatan dan teknik-teknik yang akan kugunakan. Karena
aku tau betul, aku nggak punya kesempatan lagi untuk melakukan
“kesalahan-kesalahan dasar”. Misalkan, kesalahan dalam proses sterilisasi dan
inisiasi yang menyebabkan kulturku kontaminasi dalam jumlah besar, kalau aku
harus mengulang… harganya satu bulan waktuku (^_^).
Nah, hal-hal yang
seperti itu harus direncanakan baik-baik, dibayangkan garis besar timelinenya. Jadi
kalaupun rencana A gagal, kita harus bisa segera bergerak ke rencana B dan
seterusnya. Sebanyak apapun hal yang harus dilakukan, ketika bisa direncanakan
dengan baik, diatur waktunya dengan baik, pasti bisa terselesaikan InshaaAllah.
Sekalipun kadang ketika
berhadapan dengan makhluk hidup sebagai objek penelitian, rasanya Hofstadter's
law bisa saja…..hmm #lebay
Mental, semangat, cinta
dan syukur
Nggak seperti program
reguler yang flow kuliahnya cenderung turun dan lebih santai di tingkat akhir,
mahasiswa fasttrack justru harus siap menjalani masa-masa akhir kuliahnya
dengan flow yang tinggi atau bahkan cenderung naik.
Tanpa mental dan
semangat yang kuat, tentu akan sulit menjalankan semuanya. Adakalanya tuntutan
nilai akademik menjadi beban yang luar biasa (karena materi kuliahnya udah
masuk tahap advance). Adakalanya rasa putus asa muncul ketika penelitian
bermasalah. Adakalanya rasa jenuh memuncak ketika tubuh dan pikiran terlalu
lelah. Menurutku itu manusiawi.
Tapi, semua beban itu
bisa sedikit dikurangi kok, caranya dengan memilih mata kuliah yang disukai
(selama itu masih relefan dengan topik penelitian, kecuali kalau udah nggak tau
lagi mau ambil apa), memilih topik penelitian yang disukai, serta melakukan TA
dan thesis dengan topik yang sama. Supaya begitu selesai TA, kita bisa langsung
melanjutkan thesis tanpa harus memulai penelitian dari nol besar.
Itulah yang menjadi
salah satu alasan utamaku waktu itu, memilih untuk menentukan sendiri topik
penelitian dibanding mengikuti proyek dosen. Dengan memilih apa yang kucintai,
biasanya aku tak akan berkeberatan sekalipun harus melakukannya hingga larut,
bekerja lebih keras atau sekedar mengorbankan waktu liburanku. Dan ketika
aku belum berhasil, ketika semangatku jatuh, aku bisa bangkit lagi dengan mengingat-ingat
kembali alasan "mengapa aku memilih melakukan ini".
Tapi nggak semuanya bisa
ideal seperti itu toh... adakalanya kita harus belajar mencintai apa yang kita
kerjakan, mencoba memandang sesuatu dari sudut pandang yang berbeda dan belajar
mensyukuri nikmat luar biasa yang telah Ia berikan : kesempatan untuk menuntut
ilmu.
Kalau ikut fasttrack
masih bisa main nggak sih?
Masih loh... Di tingkat akhir aku masih sempet ikut kepanitiaan, karena
aku suka berorganisasi. Ketemu orang.. kenal dengan orang... dari sana aku bisa
belajar memahami karakter orang yang saaaangat beragam. Itu salah satu sarana
buatku merefresh diri dan menemukan semangat baru. Terus di semester akhir ini
aku memilih jadi asisten proyek lagi, supaya bisa ketemu dengan lebih banyak
orang.. kenal lebih banyak orang... jadi semangat terus.
Selain main, liburan juga masih bisa kok, asalkan tau waktu aja. Tapi
kalau aku agak susah sih, soalnya nanti anak-anakku nggak ada yang ngurus
(subkultur dan sampling kultur jaringan maksudnya).
Kesimpulannya?
Kalau aku... memandang fasttrack ini sebagai sebuah kesempatan.
Memang cukup menantang untuk dijalani, dan rasanya nggak sama dibandingkan dengan akselerasi dulu. Jika dilihat dari sudut pandang berbeda, aku sangat bersyukur karena bisa melakukan apa yang kusukai lebih lama lagi (melakukan penelitian yang kusukai dalam waktu 2 tahun) dan mendapatkan lebih banyak waktu untuk memikirkan langkahku selanjutnya.
Kalau aku... memandang fasttrack ini sebagai sebuah kesempatan.
Memang cukup menantang untuk dijalani, dan rasanya nggak sama dibandingkan dengan akselerasi dulu. Jika dilihat dari sudut pandang berbeda, aku sangat bersyukur karena bisa melakukan apa yang kusukai lebih lama lagi (melakukan penelitian yang kusukai dalam waktu 2 tahun) dan mendapatkan lebih banyak waktu untuk memikirkan langkahku selanjutnya.
Saranku, ketika memilih program fasttrack, yang bersangkutan :
- Harus siap bekerja lebih dari biasanya, berpikir lebih dari biasanya. Teori dan niat aja nggak cukup yaa, harus ada aksi :)
- Harus bisa segera bangkit kembali ketika jatuh, karena waktu yang kita miliki terbatas.
- Harus bisa memahami dan berdamai dengan dirinya sendiri, maksudnya harus bisa mengukur kondisi diri baik fisik maupun mental, ketika fisik udah lelah dan mental udah terlalu jenuh ada baiknya beralih sebentar dari rutinitas dengan mencoba hal baru atau minimal beristirahat sejenak (kadang yang ini agak susah juga sih apalagi kalau udah hectic).
- Harus bisa menemukan semangat dalam dirinya sendiri.
- Harus bisa menjaga kesehatannya, ketika sakit otomatis produktifitas menurun padahal waktu yang dimiliki nggak banyak.
- Harus sabar dalam arti sesungguhnya (sabar bukan berarti leyeh-leyeh ya) ketika menghadapi kegagalan atau menghadapi masalah termasuk ketika harus berhadapan dengan birokrasi.
- Jangan pernah merasa sendiri, biasanya ketika merasa sendirian semangat yang ada bisa tiba-tiba menurun drastis, misalkan ketika melihat betapa suram dan heningnya lorong-lorong lab, ketika menyusuri lorong aula Barat yang gelap, ketika berjalan di tengah lapangan sipil setiap malam (atau dini hari) yang sepi dan berkabut…#curcol. Kalau kata temanku yang baik hati “ketika merasa kesepian, istighfar, ingat Allah”
- Rajin-rajin minta do’a dari orangtua #inibangeeeet
- Ingat untuk selalu bersyukur
Sekian, salam semangat!! XD
Keren!
BalasHapusterimakasih Mba senior :D
Hapus"Kalau ikut fasttrack masih bisa main nggak sih?"
BalasHapusGoodness, how i tickled with this question!
Serius deh, main itu pilihan kok. Contohnya aja saya. Sambil ngerjain thesis, masih aktif main 3DS dan PS3. yang penting manajemen waktu aja kok. Saya aja yang manajemen waktunya terbilang buruk, masih bisa ngelakuin itu semua dan sejauh ini sepertinya baik-baik saja hahaha. Tapi emang bener sih, harus komit dan mau usaha. Lagipula, kalau begini aja udah males-malesan, mau sampai kapan dibodohi rasa malas dan enggak mau maju? Hidup perlu usaha kali. Nafas aja pake atp :p
Tapi nisa masih enak tau, minimal biotek kan rame. Gw? Di Bio cuma bertiga hahaha. Belum yang emang topik sejenis enggak ada. Tapi balik lagi sih ke orangnya masing-masing. Harus punya mental fighter kalau mau ngejalanin ini :D udah enggak bisa lah manja-manja terus berdoa data-data itu akan ada yang mau ngerjain.
hahahaha iyaaa, ada juga yang nanya inii :)
Hapussetujuuu harus punya mental fighter :)
ni orang masih bisa ngeblog aje ye :O
BalasHapusiyeee :v
HapusDoakan aku ka... mhihi. Aku kadang kalo cape banget suka nangis sendiri tengah malem
BalasHapusuntung larinya nggak ke makan ya Ca :v
Hapusntar gemuk
nggak papa, manusiawi dan perempuanwi itu.. :)
rumahmu jauh lagi ya, aku juga sempet ngalamin bolak-balik rumah ngangkot atau ngereta sampe tingkat tiga :D
semangat!
kita saling mendoakan yaa :D
Percayalah, bahkan orang seperti gw juga suka melakukan itu kok :v gapapa kali nangis malem2. asal besok paginya udah bangun lagi.
HapusSemangat terus untuk Nisa dan kawan-kawan! Pasti suatu saat kerja kerasnya akan berbalas. Aaamiiin :) Terima kasih ya sudah nyemangatin temen-temen yang lain jg
BalasHapusKak Nisa, kenalkan sy Rakyan dari Fak.Biologi Unsoed.
BalasHapusKak, sy pengeeeeen banget masuk SITH-S ITB. Kalau sy searching2 di google, ada SMT ITB, tapi pendaftarannya min.kalau sudah menjalani 4 semester di universitas asal.
Kalau sekiranya setelah sy menempuh 4 semester di Unsoed kemudian sy ikut SMT ITB kemudian diterima, apakah nanti sy di semester 5 atau 6 sy bisa mendaftar fasttrack ya kak?
Menurut sepengetahuan kakak gimana?
terima kasih infonya kak :)
Halo Rakyan :)
Hapusiya ada jalur masuk SMT untuk mahasiswa yang berkuliah di Universitas mitra ITB
perihal apakah Rakyan bisa ikut fasttrack atau nggak, coba Rakyan tanyakan ke usmitb@pusat.itb.ac.id :)
Good luck!
Keren kak ceritanya, izin bertanya kak, aku dari Rekayasa Pertanian ITB jika mau ambil fast track biotechnology bagaimanakah menurut kakak, kak? Mengingat cukup jauh berbeda antara kedua bidang tersebut..., haturnuhun kakak sebelumnya..,
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapuskak, kalo fasttrack harus ke jurusan s2 yang ada di fakultas apa boleh fakultas lain ya?
BalasHapusterimakasih