Pagi itu langit cerah sekali, orion
masih bisa menyapaku di bagian langit utara. Selepas shalat shubuh aku segera
berangkat menuju kampus. Niatku hanya satu, melaksanakan amanah yang selama ini
sempat kukesampingkan.
Ketika sampai kampus, matahari sudah
menunjukkan sinarnya yang hangat, menyeimbangkan udara pagi dan angin yang
dingin. Saat itu masih pukul setengah tujuh pagi dan kampus masih sepi. Hanya
terlihat beberapa calon mahasiswa baru, dengan penuh semangat datang lebih pagi
dari jadwal pendaftaran ulang yang ditentukan.
Waktu terus berjalan, saat itu baru ada
aku, Udin dan Hery. Kami belum bisa berjualan karena barang dagangan belum
datang.
Lewat jam tujuh pagi, niatku mulai
rapuh. Setengah pikiran melayang pada laporan KP dan proposal TA yang menuntut diselesaikan minggu ini juga. Sempat terbersit
penyesalan, andai saja aku memilih untuk diam di rumah dan menyelesaikan
tugas-tugas itu…
_ _ _
Pukul 08.30
Tahun ini proses daftar ulang dibagi
dalam 4 kloter selama 4 hari. Konsekuensinya suasana di Sabuga sepi, kurang kondusif
untuk berjualan. Dan ternyata kami datang kepagian..
Dengan persiapan yang minim, kami
memutuskan untuk tetap berjualan. Semuanya berjalan baik-baik saja, meskipun
dagangan kami tidak begitu laku.
Karena berkeliling dirasa kurang
efektif, akhirnya kami menggelar karpet dan membuka lapak di area parkir mobil.
Berharap orang tua mahasiswa yang membawa kendaraan bersedia membeli dagangan
kami. Tapi sudah lewat beberapa puluh menit, suasana masih saja sepi. Kami kehilangan
fokus, duduk-duduk di karpet, menjaga dangangan dengan bacaan masing-masing,
Ellis dengan tugas KPnya, Dina dengan komiknya dan aku dengan jurnal referensi
proposal TA.
Sampai tiba-tiba Udin datang dengan
wajah pucat.
“Kenapa Din? Laku berapa kaosnya?”
“Nanti aku ceritain”.
Saat itu ada beberapa orang calon
pembeli (?) sedang mampir ke lapak kami sehingga agak sulit untuk membicarakan
masalah dagang internal. Tak lama Herry menyusul Udin dari belakang.
“Barusan CD E-Booknya kejual satu.. aku
jual 35.000, padahal seharusnya harganya 20.000”.
“Hah, kok bisa begitu??”
“Barusan kami asal ngomong, belum tau
harga jual yang sebenernya… Aduh gimana ya, aku merasa bener-bener bersalah
sama pembelinya”. Ternyata itu yang membuat wajahnya begitu pucat.
“Di mana jualannya?”
“Di atas kak”. Jawab Herry.
Akhirnya aku dan Herry kembali ke
gerbang Sabuga sambil membawa dua wadah gantungan kunci. Alhamdulillah
pembelinya masih ada, seorang ibu berambut pendek dengan baju krem. Segera kami
mengembalikan kelebihan uangnya dan meminta maaf. Setelah itu kami langsung
menuju kumpulan ibu-ibu terdekat, menawarkan gantungan kunci yang kami bawa.
Alhamdulillah, ibu-ibu pertama yang kami
datangi ternyata langsung membeli dagangan kami.
10 gantungan kunci sekaligus! Selembar uang
100.000 segera berpindah tangan. Subhanallah…
Jika saja kami memutuskan untuk tidak memberikan
kelebihan uang pada ibu pembeli CD…
Dan jika saja kami memutuskan untuk tetap
berdiam diri di tempat parkir..
Ya, Allah memang Maha Pemurah bukan??
23 gantungan kunci dan satu buah pin
yang berhasil kami jual selama 3 jam terasa cukup memuaskan. Memang tidak
seberapa, tapi setidaknya ada pelajaran yang bisa diambil. Pelajaran tentang niat
baik dan kejujuran. Sejenak, aku lupa dengan urusan KP dan TA.. haha
“Orang yang bertransaksi jual beli masing-masing memilki hak khiyar (membatalkan atau melanjutkan transaksi) selama keduanya belum berpisah. Jika keduanya jujur dan terbuka, maka keduanya akan mendapatkan keberkahan dalam jual beli, tapi jika keduanya berdusta dan tidak terbuka, maka keberkahan jual beli antara keduanya akan hilang,” (Muttafaqun ‘alaih)
Wallahualam…
Terimakasih
teman-teman Al Hayaat, Udin dan Herry yang telah bersedia ikut dalam perburuan
harta karun. Dan teman-teman Al Hayaat
Mikro Hilman, Ellis, Sri, Dina, Tika, Indra.
Semoga
Allah mempermudah langkah kalian.
dan bagi yang sering mengingatkanku ketika mataku hampir dibutakan oleh keuntungan semata,
Semoga
Allah senantiasa memberikanmu kebesaran hati.. :)
:')
BalasHapus