Biasanya aku menghabiskan waktu 5 jam
untuk inisiasi, 2 jam untuk autoklaf dan 3 jam untuk membuat media +
mempersiapkan alat-alat.
Setelah inisiasi dan menunggu selama minimal 3-7 hari, rasanya sedih ketika
melihat bakteri dan jamur sesukanya tumbuh dalam botol kultur… (='_'=)
|
Kulturku yang terkontaminasi jamur, unyu tapi sedih (foto : kaChang, 2013) |
Membuat kultur aseptik sebenarnya bukan
sesuatu yang sulit, hanya saja terkadang ada beberapa kecerobohan dan hal-hal kecil
yang sering terlupakan. Sayangnya, kecerobohan dan hal-hal kecil itu bisa
menjadi penentu apakah rangkaian pekerjaan yang sudah dilakukan menjadi
sia-sia atau tidak.
Berikut beberapa poin terkait meminimalisir kontaminasi yang bisa kushare berdasarkan pengalaman terbatasku selama ini. Karena berdasarkan pengalaman, tidak semuanya ilmiah dan merujuk pada literatur ilmiah.. hehe tapi semoga bermanfaat yaa terutama buat yang baru mempelajari teknik kultur jaringan tumbuhan :D
1. Eksplan
Syarat mutlak
dari eksplan adalah sehat. Maksudnya sehat secara morfologi serta bebas dari
hama dan penyakit, artinya bebas dari serangga dan patogen. Satu hal yang perlu
kita ingat baik-baik, proses sterilisasi yang kita lakukan hanyalah sterilisasi
permukaan. Sterilisasi itu tidak akan ada artinya jika eksplan yang kita
gunakan sudah terkena hama atau
terinfeksi patogen (pada jaringan pembuluh atau korteks).
|
Aphid feeding :) (sumber : Campbell et al., 2009) |
Serangga
seperti Aphid atau kutu daun biasanya
mendapatkan makanan dengan “menyedot” cairan floem, analoginya seperti nyamuk
yang meminum darah kita. Ada luka tak kasat mata pada daun yang mereka buat
setiapkali mereka makan. Pada luka kecil tersebut bisa saja terdapat spora
jamur atau bakteri yang tidak dapat dibersihkan ketika sterilisasi, sekalipun
kita sudah menambahkan surfaktan dalam agen sterilan kita. Hati-hati dalam
memilih eksplan, gunakan bagian tumbuhan lain yang tidak terserang hama, atau
karantina tumbuhan dengan memotong bagian-bagian yang sudah terkena hama dan
biarkan mereka memperbaiki diri dengan sehat :D.
Lain halnya
dengan patogen. Saranku, ada baiknya lupakan saja tanaman yang sudah terserang
patogen apalagi jika patogen tersebut menyebar melalui jaringan pembuluh...
hehehe.
|
Daun tebu yang diduga terinfeksi Xanthomonas albilineans, dicirikan dengan garis kuning sejajar pembuluh (Foto : Iskandar, 2011) |
Berdasarkan
pengalamanku ketika bekerja dengan tanaman tebu (Saccharum officinarum) ketika salah satu bagian tanaman terserang patogen
ada kemungkinan seluruh bagian tanaman berpotensi terinfeksi. Lebih baik cari
tanaman lain yang masih sehat, kecuali jika yang akan diisolasi sebagai eksplan
adalah bagian meristematiknya misalkan : shoot
tip. Bagian ini steril dari patogen, karena terdiri dari jaringan yang belum berdiferensiasi dan membelah dengan cepat.
|
Skema iseng isolasi mata tunas tebu.. hihihi (Iskandar, 2011) |
Selain patogen, bakteri endogen juga seringkali menjadi masalah. Tidak semua bakteri endogen adalah patogen, secara alami beberapa tumbuhan bersimbiosis mutualisme dengan bakteri untuk hidup atau menghasilkan senyawa tertentu. Namun ketika dilakukan kultur in vitro, bakteri endogen yang memiliki siklus hidup singkat akan berkembang jauh lebih cepat dibanding sel-sel tumbuhan itu sendiri. Akibatnya akan terjadi persaingan dalam mendapatkan nutrisi, atau bakteri yang overgrowth tersebut mengeluarkan senyawa-senyawa tertentu yang dapat menghambat pertumbuhan eksplan. Tentunya hal tersebut tidak kita harapkan.
Salah satu
cara ekstrim yang mungkin bisa dilakukan adalah penambahan antibiotik ke dalam
media atau penambahan disinfektan seperti kloroks komersil dengan konsentrasi rendah
(<1%). Mengapa kusebut ekstrim? Ada kemungkinan antibiotik maupun kloroks
akan direspon sebagai cekaman oleh eksplan kita. Akibatnya eksplan sulit tumbuh
atau bahkan terjadi perubahan ekspresi gen.. (^_^’)
2. Agen
sterilan
Pemilihan dan
penggunaan agen sterilan merupakan salah satu hal yang perlu dioptimasi dan
terkadang memakan waktu lama. Berkiblat pada jurnal saja terkadang tidak cukup... karena sekalipun spesies tumbuhan yang digunakan sama, bisa jadi lingkungan
tumbuhnya berbeda. Daaan jangan lupa... kita hidup di negara tropis, surganya
mikroorganisme :).
Biasanya aku
menggunakan antibiotik, kloroks komersil (mengandung NaClO 5,25%), surfaktan
(tween20), alkohol atau proses pembakaran untuk sterilisasi, tergantung tanaman
(dan bagian tanaman) yang digunakan sebagai eksplan. Tapi belakangan ini aku
hanya menggunakan kloroks dan Tween20 saja karena lebih murah (kloroks-nya) dan
lebih efektif.
Penggunaan
antibiotik dapat dilakukan untuk eksplan tertentu seperti akar, rhizome maupun
seluruh bagian tumbuhan yang letaknya rentan dengan sumber kontaminasi misalkan
tanah. Tidak perlu menggunakan senyawa aktif murni yang harganya mahal, kita
bisa menggunakan antibiotik komersil yang biasa digunakan oleh petani untuk sterilisasi
di luar laminar (misal Agrept yang mengandung senyawa aktif streptomycin sulfat
20%). Adakalanya agen sterilan toksik seperti HgCl digunakan jika kontaminan
terlalu banyak atau sulit dibasmi.
|
Untuk eksplan yang tidak terlalu “kotor”, perendaman eksplan dengan alkohol 96% dilanjutkan dengan pembakaran singkat sudah cukup untuk membuatnya steril (foto : Iskandar, 2011)
|
Dibandingkan
dengan penggunaan larutan kloroks konsentrasi tinggi, aku lebih memilih
menggunakan larutan seri untuk sterilisasi. Misal : untuk sterilisasi
eksplan daun Tapak dara (Catharanthus
roseus), aku lebih memilih mengencerkan
kloroks komersil dengan konsentrasi 20% + tween20 selama 20 menit dilanjutkan dengan perendaman dalam kloroks 10% selama 15 menit... dibandingkan menggunakan kloroks 50% selama 5 menit. Cara ini lebih efisien dan tidak terlalu merusak jaringan eksplan sekalipun
pengerjaannya lebih lama. Kombinasi alkohol 70% dan kloroks tidak lagi
kugunakan karena jaringan pada eksplan lebih mudah rusak selama proses
steriliasi akibatnya pertumbuhan eksplan menjadi lambat.
3. Teknik
kultur
Pada dasarnya
setiap orang memiliki gayanya sendiri ketika bekerja dalam laminar, tidak ada
ketentuan baku di mana seharunya kuletakkan botol media, dimana kuletakkan
cawan petri, dimana kuletakkan bunsen, dimana kuletakkan botol alkohol,
bagaimana caraku memegang botol kultur atau pinset. Semuanya akan mudah dan
efisien ketika dikerjakan senyaman mungkin kan? Apalagi pekerjaan di laminar
menghabiskan waktu berjam-jam.
Biasanya aku
menggunakan plastik atau alumunium foil untuk menutup botol kultur. Dalam
proses pengerjaan, minimalkan kontak antara jari tangan dengan mulut botol
sekalipun kita menggunakan gloves. Manfaatkan pinset untuk membuka, menyimpan
dan memegang tutup plastik/alumunium foil untuk meminimalisir kontaminasi dari
mikroflora kulit kita :).
4. Pakaian
Ini dia hal
kecil yang sering kita lupakan, biasanya kita menggunakan jas lab ketika
bekerja di laminar bukan? Nah… seberapa sering kita mencuci jas lab kita?
Sejujurnya aku
hanya mencuci jas lab ketika bagian tangannya sudah tampak kotor, itu bisa
berarti satu bulan sekali.. hahaha. Intinya, rajin-rajin mencuci jas lab, kita
tak tahu berapa banyak spora dari debu yang menempel di bagian lengan jas lab
kita setelah tak di cuci sekian lama (setahun kebelakang aku tidak lagi
menggunakan jas lab ketika bekerja di laminar. Baju yang kupakai sehari-hari
lebih bersih karena baru kucuci).
Jangan lupa,
alangkah baiknya menggunakan gloves dan masker :D
5. Berdoa
dan percaya diri
Poin ini
kuletakkan terakhir, supaya diingat karena dibaca paling terakhir.. hehe
Awali segala
sesuatunya dengan berdoa termasuk ketika melakukan pekerjaan lab. Berurusan
dengan makhluk hidup memang tidak mudah, adakalanya pekerjaan terhambat karena
mereka enggan tumbuh, kontaminasi, atau bahkan mati. Mintalah kemudahan dan
hasil terbaik pada Yang Maha Berkehendak. Setelah berikhtiar dan berdoa, pasrahkan
segala sesuatu padaNya. InshaaAllah semangat kita tak akan pernah bernar-benar
jatuh sekalipun pekerjaan kita terhambat dan gagal.. karena kita yakin apapun itu adalah
jalan terbaik dariNya.. jangan menyerah, jangan lelah mencoba :D
Lakukan segala
sesuatunya dengan percaya diri, mindset positif akan secara tidak sadar
menggerakkan fisik dengan performa lebih baik.
Semangat in vitro! InshaaAllah
bisa! \(^,^)/
|
<3 <3 <3
|
Nisa Nur Iskandar
Kelompok Keahlian Sains dan Bioteknologi Tumbuhan
Sarjana Biologi, Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati ITB 2009
Magister Bioteknologi, Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati ITB 2013