#waktu istirahat makan siang
#di sebuah foodcourt di.. hmm, sebut saja salah satu daerah perkantoran di
sebuah kota metropolitan.
A : “Hmmm jadi apa yang kamu lakukan?”
S : “Ya, meneliti, what else?”
A : “selama 7 tahun terakhir?? Selalu? Setiap hari?”
S : “hm hmm”
A : “membosankan bukan? Hah”
#A membenarkan letak dasi, memasukkan satu kotak gula dalam
cangkir tehnya.
S : “well I don’t think so”
#S tersenyum
A : “haha, kau pasti bercanda”
#A membenarkan letak dasi, bersender pada kursinya sambil
menyeruput teh dengan santai
S : ”we made that”
#S menunjuk wadah gula
A : “Hah?”
S : “kau tau darimana itu berasal?”
A : “gula? Tebu tentu saja”
S : “ya, tebu.. Saccharum officinarum L.”
A : “so whaat?!”
S : “Ada.. baaaanyak sekali varietas tebu yang berbeda di
setiap daerah, setiap negara. Seluruh varietas itu memiliki nilai rendemen gula
yang berbeda… ah kadar gula yang berbeda. Jadi tidak semuanya baik digunakan
untuk membuat gula”
A : “Ya, I know..”
#A menjawab malas dan pura-pura tahu, mata mengerling ke
atas.
S : “ Ya… Maka manusia akan menyeleksinya, hanya yang
terbaik yang mereka kembangkan. Sisanya? terlupakan. Jumlahnya akan menurun,
dan yang buruk adalah keanekaragaman genetiknya juga akan menurun. Homogen,
nyaris homogen. Kau tahu apa artinya? Penyebaran penyakit mudah terjadi, daya
adaptasi rendah, survival rate menurun. Dengan kata lain….. kepunahan.
Tugas pertama kami, adalah dengan tidak membiarkan itu
terjadi. Plasma nutfah yang ada harus tetap terjaga. Kau tidak akan tahu apa
yang akan terjadi ke depan jika kau kehilangannya. Bahkan bentuk plasma nutfah
yang mungkin kau anggap tak berguna sekalipun. Atau bahkan kau anggap rumput.
Yang kau jaga adalah makhluk hidup, A. Mereka akan mati. Maka kau harus
mepertahankannya dengan kata lain mengembangbiakkannya. Rejuvenil kau bilang?
ya.. semacam itu… setiap varietas harus kau pertahankan. Kau tanam, kau rawat,
dan sebelum dia mati kau harus sudah mendapatkan keturunannya untuk kau tanam
kau rawat.. dan seterusnya dan seterusnya…
Dan perlu kau ingat. Ada baaanyak varietas tebu. Bukan hanya
satu”.
A : “ya, membosankan kubilang”.
S : “No, itu belum selesai. Manusia tidak pernah puas bukan?
Mereka juga terus berkembang biak. Maka kebutuhan juga meningkat, dan itu harus
diimbangi dengan peningkatan produksi. Untuk tumbuhan seperti tebu, kami
melakukannya dengan cara yang lebih singkat… “
A : “singkat? Kau pasti bercanda! bertahun-tahun dalam lab kau
sebut singkat??”
S : “ya, jauh lebih singkat dibandingkan dengan persilangan
konvensional untuk mendapatkan benih unggul. Kau tidak akan pernah tau apakah
persilangan itu akan berhasil atau tidak untuk mendapatkan keturunan dengan
sifat yang diharapkan. Dan itu memakan waktu”.
A : “jadi, apa yang kau sebut singkat itu?”
S : “In vitro, kau melakukannya dengan teknik kultur jaringan.
Kau tahu? Tidak seperti hewan, tumbuhan bersifat lebih… totipoten. Kau bisa
melakukan dediferensiasi dan diferensiasi dengan metode yang lebih mudah”.
A : “Ya, ya, ya… aku tahu, aku tahu. Lalu dari sebuah daun,
atau akar, atau batang kau bisa mendapatkan sebuah individu tanaman baru
bukan??”
S : “ya, tapi tidak semudah itu. Jika hanya itu, kau hanya
membantu mengembangbiakkannya secara vegetatif”.
#S tersenyum
S : “Tugas kami adalah untuk mendapatkan varietas baru yang
unggul. Maka yang pertama kami tumbuhkan adalah sekumpulan sel yang bisa kau
sebut kalus. Butuh sekitar 3 minggu untuk mendapatkan itu.
Kemudian kalus itu akan kami beri perlakuan yang bisa
menyebabkan terjadinya mutasi. Secara fisika, atau kimia. Hmm, tebu apa yang kau inginkan? “
A : “ya, apapun lah. Tebu yang bisa tumbuh di lahan asam mungkin,
haha”.
S : “Oke, tebu yang bisa tumbuh pada lahan asam… Kalus
tersebut kemudian akan kami kembangkan pada medium dengan kondisi asam.
Maka kau akan mendapatkan ada bagian kalus yang bertahan hidup setelah
perlakuan, ada pula yang mati. Yang bertahan hidup adalah yang kemungkinan
besar mengalami mutasi. Tapi kau tidak pernah tau apa yang terjadi, karena
mutasi itu terjadi secara acak. Selanjutnya yang kau lakukan adalah
memperbanyak kalus itu”.
A : “Aku tidak butuh kalus, aku butuh gula”.
S : “ya, sabar sedikit. Ketika kalus tersebut cukup banyak,
kau akan memindahkannya ke medium yang baru. Disana kau lakukan diferensiasi
dan pembentukan organ, kau tumbuhkan daun dengan menggunakan zat pengatur
tumbuh sepert auk…”
A : “Auksin sitokini, whatever”
S : “Benar, auksin dan sitokinin, dimana konsentrasi
sitokinin lebih tinggi dibanding auksin. Lalu setelah itu kau tumbuhkan akar”.
A : “dan menjadi sebuah tanaman kecil, dan kau tanam di
tanah lalu menjadi gula”.
S : “tidak semudah itu, kau harus mengaklimatisasinya
terlebih dahulu, membiasakannya dengan lingkungan baru yang lebih menantang,
lalu menyeleksinya hingga kau benar-benar mendapatkan apa yang kau mau dari
sepetak tanah asam.. hingga menghasilkan itu”
# S sambil menunjuk wadah gula
A : “hmmmh”
# A merengut bosan
S : “Mungkin apa yang kulakukan, kami lakukan, tampak begitu
tak berarti dan hanya buang-buang waktu bagimu, bagi sebagian besar mereka yang
ada di luar sana. Adakalanya pada saat-saat tertentu itu terasa menyakitkan dan menyedihkan bagi kami. Tapi percayalah, kami ada di belakang layar perjuangan untuk
mempertahankan kehidupan Homo sapiens, spesies
dengan rasio otak besar dan ego yang tak kalah besarnya.
Terkadang, kami sendiri tak bisa merasakan manfaat dari apa
yang kami kerjakan dengan mempertaruhkan waktu hidup kami. Karena jika kau
tahu, makhluk hidup adalah sebentuk misteri tak berujung, hanya sebagian kecil
dari sebagian kecil kepingan saja yang sanggup seorang peneliti genggam. Tapi aku
yakin, ketika kepingan demi kepingan mulai bersatu membentuk sebuah gambar, keturunan
kitalah yang akan merasakannya. Seperti gula yang kau nikmati itu… jika kau
mengerti”
#S tersenyum sambil membayangkan ratusan generasi peneliti
ke belakang yang mempertaruhkan waktu hidupnya hanya untuk “sekedar” berkutat
dengan tebu, gula dan segala hal tentang in vitro.
# A masih diam mencerna sambil menyeruput tehnya yang terasa
manis.
Jika kau (mau) mengerti kami.. :)